Mokolensang: Kasus Yapen Prof Dei Tak Ada Kaitan Dengan Keuangan

Jemmy Mokolensang (paling kiri) selaku kuasa hukum rektor bersama tim saat foto bersama dengan Kepala Humas Unima Titof Tulaka (kemeja hitam). (dokumentasi gawai.co/mart rasuh)

Editor: Tim Gawai

Pewarta: Mart Rasuh


TONDANO (Gawai.co) – Jemmy Mokolensang selaku tim kuasa hukum Rektor Unima Prof. Dr. Deitje A. Katuuk sekaligus mewakili kepentingan klien berdasarkan surat kuasa khusus No. 015/JMP/III/21 menyebut, bahwa kliennya dalam kapasitas selaku direktur akademik juga sebagai Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) pada waktu itu, tidak mempunyai kaitan dengan urusan keuangan.

“Klien kami tidak ada kaitannya dengan urusan keuangan dalam dugaan kasus tipikor tersebut,” tegas Mokolensang kepada media ini dalam siaran persnya, Minggu (14/3).

Dirinya menjelaskan, apabila ada hal yang menyangkut penyimpangan pengelolaan keuangan itu bukan tanggung jawab seorang direktur akademik.

Lebih lanjut dikatakannya, menyangkut tanggung jawab pengelolaan keuangan kewenangannya adalah pada direktur eksekutif yang dilaksanakan oleh bendahara.

“Klien kami dalam proses pemeriksaan hanya sebagai saksi, tidak ada kaitan dengan jabatan maupun tugas sebagai rektor yang sementara dijabat saat ini,” katanya.

Karena dalam kerjasama ini, lanjut Mokolensang, kliennya yakni Prof. Dr. Deitje Katuuk yang pada saat itu menjabat sebagai Dekan FIP, oleh rektor Unima pada waktu itu Prof Dr. Philotheus Tuerah telah mengangkat menjadi direktur akademik dalam kegiatan ini.

Dalam ruang lingkup tugas dan tanggung jawab dari direktur akademik hanya menyangkut pelaksanaan perkuliahan dan itu semua sudah terlaksana sebagaimana mestinya.

Dengan demikian, kata dia, apabila kemudian hari dari pihak Kejaksaan Negeri Yapen mengindikasikan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam kegiatan ini yang dianggap telah merugikan keuangan negara  maka direktur akademik tidak dapat dikaitkan dengan masalah ini.

“Direktur akademik yakni klien kami telah diperiksa oleh penyidik dari Kejaksaan Negeri Yapen, itu adalah yang biasa karena hanya diperiksa sebagai saksi,” sebutnya.

Sayangnya, kata Mokolensang, saat ini telah beredar pada berita-berita yang menyudutkan kliennya Prof. Dr. Deitje Katuuk seolah-olah sudah melakukan tindak pidana korupsi dan dalam waktu dekat sudah akan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Negeri Yapen.

“Selaku kuasa hukum kami mengimbau kepada siapapun untuk tidak menyampaikan informasi, tuduhan ataupun berita-berita yang tidak benar,” terangnya.

“Apabila masih ada lagi yang melakukannya, maka kami selaku kuasa hukum dari Prof. Dr. Deitje Katuuk akan memproses hukum, baik pidana maupun perdata,” tegasnya lagi.

Perlu diketahui, pemeriksaan rektor Unima hanya sebagai saksi dalam kasus/perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pada kerjasama pengembangan bidang pendididikan dan pengabdian pada masyarakat di Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen dan Unima berdasarkan surat perintah penyidikan kepala Kejaksaan Negeri Yapen No: print-01/R.1.18/Fd.1/11/20 tertanggal 13 November 2020.

Sebelumnya, Kepala Humas Unima Titof Tulaka membenarkan bahwa pihak Kejaksanaan Negeri Kabupaten Kepulauan Yapen telah melakukan penyidikan perkara dugaan tipikor terhadap kerjasama antara Kabupaten Kepulauan Yapen dan Unima.

“Kami kooperatif dan menjunjung tinggi penegakan supremasi hukum. Sebab, fakta hukum sudah ada beberapa saksi dari pihak Unima yang diminta keterangan oleh kejaksaan,” ujarnya.

“Intinya, Unima bertanggung jawab. Kami menghormati dan mengikuti proses hukum sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku,” kata Titof.

Meski demikian, dirinya menegaskan bahwa perkara ini jangan dijadikan senjata untuk menyerang lembaga maupun Rektor Unima Prof. Dr. Deitje A. Katuuk. 

Sebab, pada saat itu terjadi, Prof Dei hanyalah sebagai pelaksana dalam kapasitas sebagai Dekan FIP, bukan sebagai decision maker (pengambil atau penentu kebijakan) di tingkat Unima. 

“Kepemimpinan Rektor Unima Prof Dei sementara berjalan. Ibu rektor belum setahun menjabat sebagai pimpinan tertinggi di kampus. Sementara ini lagi fokus pada pencapaian visi – misi Prof Dei, yang sudah tercover dalam program Unima Mapalus,” jelasnya.

“Salah satunya upaya pendirian fakultas-fakultas baru di Unima,” jelas Dosen Fakultas Teknik (Fatek) Unima ini.

Untuk itu, Titof kembali menegaskan, bahwa pemberitaan jangan tendensius menyerang lembaga apalagi rektor Unima.

Meskipun, diakuinya fungsi kontrol dari pers cukup penting dalam membangun iklim demokrasi yang baik dan sistem tata kelola pemerintahan maupun pendidikan yang berkualitas. 

“Kami cukup menghargai setiap karya jurnalistik yang ada. Namun pentingnya juga memperhatikan kode etik. Kan dalam terminologi jurnalistik dikenal istilah ‘cover both sides’. Artinya, berita berimbang dan tidak memihak. Selain itu menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah,” tandasnya. (Mart Rasuh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *