Oleh Rusmin Hasan Pegiat Literasi Sulawesi Utara
Dinamika diskursur politik daerah saat ini, acap kali terjadi perubahan yang signifikan. Politik desentralisasi yang kini menjadi ranah daerah telah memberikan arti betapa pentingnya agregasi visi politik yang visioner, berkemajuan dan menjawab deretan derita rakyat yang diimplementasikan sebagai peluang sekaligus harapan baru menciptakan masyarakat di daerah yang maju dan sejahtera.
Namun ironisnya, hari-hari ini, wajah desentralisasi politik justru diikuti oleh tantangan bahayanya pola permainan oligarki yang kuat untuk menopong kepentingan segelintir elit politik borjuis serta kapital dalam ruang-ruang parlemen, eksekutif serta yudikatif (Trias Political).
Pasalnya, Politik oligarki telah memainkan peran bagaikan lingkaran benang kusut yang tersistematis (Tangan- tangan yang tak terlihat). Proses potret politik lokal kita harapnya akan menampilkan wajah masa depan baru. Namun, hari ini kita harus jujur bahwa seakan dihadapi oleh tantangan besar ditengah-tengah kompetisi ruang politik kemaslahan rakyat kecil dengan elit politik yang ditopang oleh korporat besar (oligar).
Sehingga jargon aspirasi rakyat terasa dalam ruang publik menjadi kata-kata palsu dan tak bermakna bagi kemaslahan rakyat. Peran agregator aktivis politik gagasan yang ingin mewarnai wadah parlemen sebagai episentrum membangun peradaban daerah seakan tak memiliki ruang ideal, sehingga narasi-narasi demokrasi hampah dalam ruang dialektika parlemen.
Harapan Rakyat kecil seakan menipis terhadap wakil rakyat yang dinobatkan sebagai penyambung aspirasi rakyat Civil Socity. Dikarenakan, daulat rakyat telah disabutase oleh elit politik oligarki menjadi daulat materi atau kapital. Mirisnya wajah politik lokal kita.
Politik lokal secara prespektif kajian sosiologis, sering kali kita jumpai dalam praktek kehidupan kita sehari-hari mengalami distorsi nilai, diantaranya ditandai dengan patologi sosial yang mengakar kuat yakni; Korupsi, Kolusi dan Depotisme (KKN) yang masih sangat mengental dihampir para pemimpin di daearah kita masing-masing, serta kualitas pelayanan publik yang masih rendah dan masalah kemiskinan makin marak, krisis pangan ditengah tantangan ekonomi global.
Pemimpin politik daerah sebagai penanggung jawab demokrasi yang sehat dan dinamis sudah seyogyanya, untuk menjaga amanah rakyat serta menjadikan arena politik untuk melahirkan sosok negarawan maupun pemikir politik yang baik untuk mengisi ruang-ruang publik sebagai wahana baru untuk menciptakan ruang diskursus akal sehat dengan melebur bersama barisan rakyat kecil bukan tunduk atau menyembah pada korpolasi asing (elit Oligarki).
Dalam momentum yang belum terlambat ini, penulis berusaha menghadirkan penjelasan mengenai apa yang dimaksud sebagai oligarki itu, sehingga kita mengetahui secara jelas wataknya dan misi terselubungnya.
Meminjam narasi buku dari Jeffret A. Winters yang berjudul ; “Oligarki”. Winters berusaha membangun pemahaman ulang mengenai oligarki yang hanya sebatas. “Kekuasaan Minoritas Pada Mayoritas”. Dalam buku ini, Winters menjelaskan Oligarki dengan menekankan pada kekuasaan sumber daya material sebagaimana basis dan upaya pertahanan kekayaan pada diri mereka dalam hajatan kompetisi demokrasi. Gambarnya jelas Kita bisa lihat di setiap perhelatan pesta demokrasi kita hari-hari ini.
Jelang 2024, ruang atmosfer dinamika politik kita sangatlah menghawatirkan. Kenapa demikian? Karena, Artikulasi gagasan dan pemikiran makin terpinggirkan. Diganti dengan ruang penonjolan Kekuatan kapital (ekonomi) dan relasi kuasa politik oligarki. Diarena ruang politik, kompetisi tarung gagasan dan pemikiran makin tersisi.
Suara-suara kritis pun dinilai tidak mampu tersalurkan secara baik akibat tersumbatnya saluran demokrasi melalui kebijakan pemerintah yang kontraproduktif atas demokratisasi kebebasan berpendapat di rezim hari ini.
Partai politik harus mediasi ruang perdebatan ide” rasional, visi politik yang revolusioner dan mengoptimalkan perannya demi keadaban peradaban umat manusia. Dengan demikian, kualitas demokrasi kita bisa berkembang dan tumbuh demokratis diruang publik untuk tegaskan wajah politik yang bermartabat dan menjunjung tinggi politik kemanusiaan.
Kita harus jujur untuk mengatakan bahwa Wajah politik lokal kita ditengah bayang-bayang kaum oligarki dan krisis kepemimpinan. Pasalnya, kompetitor pilkada dari tahun ketahun minim mendistribusikan wajah politik yang ideal.
Lebih didominasi permainan penguasa vc oligarki diruang publik. Dan disayangkan, mereka melakukan kerja sama secara sistematis terbukti setiap hajatan pesta demokrasi rakyat dijadikan tameng penguasa dengan dalil strategi jargon-jargon intrik politik pragmatis yang manis dalam ruang publik maka hemat saya, kita sudah seharusnya menjadi kanter opini publik yang edukatif, berkemajuan dan transformatif baik itu, aktivis kampus, akademisi yang masih merdeka, LSM bahkan Civil Socity untuk mengisi ruang-ruang publik sebagai istrumental edukasi politik yang cerdas serta menjaga nilai etika politik santun dan bijaksana sekaligus membangun advokasi agitasi kesadaran politik, ekonomi, pendidikan serta sosio cultural masyarakat kecil. sehingga pesta demokrasi tak mereduksi kemenangan oligarki akan tetapi kemenangan rakyat secara penuh tanpa campur tangan elit penguasa.
Penulis diakhir narasi sederhana saat ini, ingin berpesan kepada generasi masa depan untuk intens melakukan kajian-kajian kritis untuk memberikan gagasan konstruktif untuk masa depan daerah sekaligus kritik otokritik sebagai wahana peran kontrol sosial terhadap ketimpangan sosial. Dengan begitu, pembangunan daerah yang sungguh-sungguh serta harapan masyarakat yang mandiri, adil, makmur serta sejahtera Yang di-Ridhoi Tuhan Yang Maha Esa akan tercapai secara komprehensif.
Kata terakhir “janganlah menjadi budak di tanah sendiri, rebutlah kemerdekaan itu dengan keberanian serta keteguhan jiwa yang kuat untuk melawan para oligarki (Kapital Politik) sebab masa depan demokrasi dan daerah berada pada tangan generasi muda. (Rus)