GMIM Galilea Watumea Gereja Tertua di Minahasa, Kursi Rotan Buatan Austria Usianya 126 Tahun, Begini Penampakannya

Kondisi terkini GMIM Galilea Watumea yang merupakan gereja tertua di Minahasa. (Tim Gawai)

Editor: Tim Gawai

TONDANO (Gawai.co) – Meski sudah memasuki 153 tahun sejak didirikan, gedung GMIM Galilea Watumea, Kecamatan Eris, Kabupaten Minahasa masih berdiri kokoh.

Saat berkunjung ke lokasi gereja yang masuk wilayah Tandengan, terletak di Desa Watumea itu memang bentuk bangunan dari depan hingga ke belakang masih berdiri kokoh, bahkan yang membuat lebih tertarik ketika masuk dalam gereja dan melihat langsung kondisi perabot yang ada di dalamnya. Kondisinya masih bagus, beberapa kursi peninggalan sejak dulu masih digunakan hingga saat ini.

GMIM Galilea Watumea merupakan gereja tertua di Minahasa yang mulai dibangun tahun 1868, selesai pada tahun 1872, dan ditahbiskan oleh Pdt Rooker pada 8 Desember 1872. Pentahbisan gereja tua itu dihadiri oleh beberapa penginjil Zending di Minahasa, seperti N. Ph. Wilken, J. G. Schwarz, N. Graafand, J. N. Wiersma, dan F. H. Linneman.

Jika dilihat dari depan gereja tua, anda akan menemui papan bertuliskan cagar budaya GMIM Galilea Watumea. Bangunan gereja ini hampir seluruhnya terbuat dari kayu, dan sebelum diganti dengan seng, atap gereja saat diresmikan masih terbuat dari daun rumbia, sesuatu yang sangat lazim ketika itu.

Bangunan utama gereja tua tersebut sangat enak dipandang mata, berukuran 22 x 11 meter, berdiri di atas tanah seluas 528 m2. Cukup besar untuk ukuran sebuah desa kecil pada waktu pertama kali berdiri, namun mungkin semakin lama akan semakin terasa sempit dengan berkembangnya permukiman.

Sebuah catatan di sana menuliskan bahwa gereja tua tersebut pernah dipugar pada tahun 1982-1983, dan peresmiannya dilakukan oleh Haryati Subadio. Saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dengan ciri khasnya, ornamen ayam jago tampak terpasang di pucuk atap gereja yang juga banyak dijumpai di gereja-gereja tua lainnya. Ornamen itu berfungsi sebagai penunjuk arah dan sekaligus sebagai pengingat atau arti bagi umat untuk tidak mengikuti jejak Petrus yang menyangkal Yesus.

Hal menarik lainnya, ornamen kaca di atas pintu berwarna-warni ini dipasang pada tahun 1924 dan keasliannya masih tetap terjaga sampai sekarang.

Sebelah kiri ruangan tepat pintu masuk terdapat tangga kayu untuk naik ke atap gereja dimana terdapat lonceng gereja tua yang dipasang sekitaran tahun 1912. Kursi-kursi rotan yang menempel pada dinding gereja itu adalah sebagian dari 140 kursi rotan yang dibuat pada 1895 dan masih digunakan sampai sekarang dan merupakan buatan Austria, usianya pun sudah sekitar 126 tahun.

Pada bagian depan/panggung terdapat mimbar berbentuk cawan bersudut dan berhiaskan bunga-bunga ukiran dari pahat. Mimbar kayu ini bukan baru kemarin, ternyata telah berusia lebih dari 100 tahun, karena dibuat pada tahun 1872 yaitu saat bangunan gereja ini ditahbiskan.

Selain itu, bagian dalam atap seluruhnya terbuat dari susunan papan kayu, dengan titik lampu gantung di tengahnya yang dipasang pada tahun 1924. Ada ornamen tempat lampu yang dipasang di tiang-tiang penyangga gereja yang juga terpasang tahun 1924, bersamaan dengan pemasangan lampu-lampu gantung dan kaca-kaca patri.

Perlu diketahui, GMIM Galilea Watumea Minahasa ditetapkan sebagai gereja tertua di Minahasa oleh Dinas Kebudayaan pada Februari 1983, dan pada 4 Maret 2003 ditetapkan sebagai cagar budaya yang dilindungi undang-undang. 

Saat bertemu dengan Kostor atau disebut penjaga gereja, Refly Pandoh menerangkan bahwa semua perabot yang ada di dalamnya masih asli dan belum ada yang diganti. Misalkan kursi rotan masih tetap terpakai sampai saat ini, meski sudah ada beberapa unit yang disimpan di gudang karena rusak.

“Ornamen yang ada masih digunakan, kecuali yang rusak dan tak bisa digunakan lagi sudah kami simpan di gudang,” sebutnya.

Sementara Ketua BPMJ GMIM Galilea Watumea Pdt. Inneke Tulangi mengungkapkan, lonceng yang ada di atap pun masih tetap digunakan untuk memberi tanda masuk gereja, sesekali digunakan untuk kegiatan-kegiatan gerejawi antar denominasi, untuk kedukaan, maupun kegiatan kemasyarakatan.

“Lonceng digunakan untuk semua masyarakat, baik kedukaan, kegiatan kemasyarakatan dan semua golongan menggunakan ini. Termasuk pemberitahuan kegiatan dari gereja-gereja yang ada di Desa Watumea,” sebutnya.

Dirinya menambahkan, gereja tertua ini masih aktif digunakan jemaat untuk beribadah, setiap kegiatan jemaat tetap dilaksanakan di gereja. 

“Meskipun kendala pandemi covid-19 saat ini, tapi tetap digunakan. Yang pasti sampai sekarang kami masih menggunakan gedung gereja ini sebagaimana mestinya,” sampainya.

Kata Tulangi, jika memang ada yang perlu diganti akan kami sampaikan ke pemerintah terkait khususnya yang bertanggungjawab pada cagar budaya ini.

Ia menjelaskan, terkait dengan penamaan gereja, mungkin karena dekatnya gereja tua itu dengan Danau Tondano, sehingga diberi nama Galilea.

“Mungkin tua-tua kampung waktu itu menamakan Galilea karena dekat dengan danau, jadi namanya seperti itu,” ucapnya bercanda.

Ia pun berharap, agar jemaat GMIM Galilea Watumea mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah yakni Pemkab Minahasa. Karena menurut dia, gedung gereja tua ini berbeda dengan yang lain, dikarenakan merupakan situs budaya dan peninggalan sejarah di tanah Minahasa.

“Setidaknya ada bantuan yang bisa dirasakan masyarakat Watumea dari Pemkab Minahasa,” tandasnya. (Tim Gawai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *