Audit BPK Ungkap Kejanggalan Proyek BPP 21 M, Kuat Dugaan ada Penyimpangan

Pewarta: Rendi Pontoh

Bolmut (Gawai.co) – Proyek renovasi enam Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) dengan total nilai kontrak fantastis mencapai Rp2.143.729.654,00 kini tengah menjadi sorotan publik. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Utara menunjukkan adanya indikasi kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan, yang dinilai berpotensi merugikan masyarakat serta mengancam integritas keuangan negara.

Bobbi Masuara, salah satu tokoh pemerhati pembangunan di Bolmut, secara tegas menyebut bahwa temuan BPK tersebut membuka dugaan kuat adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2023. “Ini bukan sekadar persoalan administratif. Ada indikasi kerugian negara yang nyata dan ini patut didalami oleh aparat penegak hukum,” tegas Bobbi.

Berikut rincian enam proyek renovasi BPP yang kini disorot:
1. BPP Kecamatan Bintauna oleh CV NK — Rp342.870.000,00
2. BPP Kecamatan Bolangitang Barat oleh CV CM — Rp406.521.102,00
3. BPP Kecamatan Pinogaluman oleh CV Fa — Rp404.462.738,00
4. BPP Kecamatan Kaidipang oleh CV PKP — Rp338.105.320,00
5. BPP Kecamatan Bolangitang Timur oleh CV FKK — Rp332.399.320,00
6. BPP Kecamatan Sangkub oleh CV CM — Rp319.371.174,00

Menanggapi temuan itu, Kepala Dinas Pertanian Bolmut, Siska Babay, kepada media ini pada Senin (12/5/2025), menyatakan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dan melakukan pengembalian kerugian negara (TGR). “Untuk rehab BPP tahun 2023 yang bersumber dari DAK, sudah dibayar TGR-nya. Dua di antaranya sudah lunas, yaitu BPP di Bolangitang Timur dan Kaidipang. Semua bukti setoran TGR sudah kami laporkan secara berkala ke Inspektorat,” ungkapnya.

Kendati demikian, Rheinal Mokodompis Ketua LSM Galaksi Bolmut, menilai penanganan administratif semata tidak cukup. Mereka mendesak adanya evaluasi mendalam terhadap sistem pengawasan proyek di lingkungan organisasi perangkat daerah (OPD), guna mencegah berulangnya kasus serupa.

“Jika dibiarkan, praktik seperti ini akan terus mencederai kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran. Ini harus jadi alarm peringatan bagi seluruh OPD,” tuturnya. (Ren)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *