Direktur MRJ Law Office ‘Kritisi’ Kematian AKBP Buddy A Towoliu

Direktur MRJ Law Office, Michael Remizaldy Jacobus, S.H., M.H. (Foto: Istimewa)

Editor/Pewarta: Redaksi

JAKARTA (Gawai.co) – Kematian salah satu Putra Daerah Sulawesi Utara (Sulut) yang kini viral disejumlah kanal media sosial, menuai kritikan dari berbagai lapisan masyarakat. Minggu (30/4/2023).

Kali ini, salah satu pengacara kondang asal Kota Bitung, Michael Remizaldy Jacobus, S.H., M.H., menilai langka penyidik dalan menyimpulkan kesimpulan awal terlalu dini.

Pasalnya, kematian Kasat Narkoba Polda Metro Jakarta Timur, AKBP Buddy A Towoliu, yang merupakan asli putra Sulut, menurut Michael, selain terlalu dini, diduga masih banyak motif lainnya yang patut ditelusuri dan diungkapkan.

“Menyimpulkan kematian Towoliu disebabkan bunuh diri karena stress akibat sakit adalah kesimpulan yang tidak komprehensif dan belum dapat diterima secara logis. Ia kan seorang polisi yang sudah menangani multi kasus, sehingga kalau stress karena penyakit dan memutuskan bunuh diri, sangat tidak masuk akal,” kata Direktur MRJ Law Office.

Selain itu, kata ketua LBH Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Sulut. menyampaikan, penyakit yang dialami AKBP Buddy A Towoliu, sudah dilakukan terapi lewat operasi, sehingga tidak masuk akal jika Pak Buddy menjadi stress dan memutuskan mengakhiri hidupnya.

“Seharusnya keterangan paman korban Cyprus A. Tatali dibeberapa media tentang adanya telepon kepada korban satu jam sebelum peristiwa kematian menjadi pintu masuk bagi penyelidik, untuk membuka terang benderang kasus ini ke publik. Harusnya kesimpulan penyelidik bukan langsung ke sakitnya pak Budy, melainkan perlu digali keterangan dari siapa yang menjumpai beliau untuk yang terakhir kali, sehingga bisa menggambarkan keberadaan aktualnya,” bebernya.

Bahkan menurut, pengacara potensial di Sulut yang telah mendulang prestasi hattrick secara berturut, hanya dalam waktu delapan hari kerja, mendapatkan putusan pengadilan tetap, menyatakan siapa yang bersama almarhum terakhir kali harus digali keterangannya.

Selanjutnya, siapa yang saling telepon dengan almarhum dan apa yang dibicarakan mereka akan jadi pintu masuk untuk mengungkap misteri kematian pak Buddy. Kalau benar almarhum stress, seharusnya keterangan kondisi mental almarhum dapat digali dari keluarga.

“Akan tetapi dalam kasus ini keluarga tidak melihat ada tanda-tanda depresi, sehingga jadi aneh kalau orang internal kepolisian kelihatannya lebih memahami suasana kebatinan almarhum dan bukan isteri dan keluarga dekatnya,” ujar dia.

“Apalagi yang menjadi penyebab depresi kan sakit almarhum menurut penyelidik, harusnya keluarga yang lebih tahu, namun jika keluarga sendiri tidak sependapat dengan kesimpulan tersebut, maka pihak kepolisian harus bekerja keras menyingkapkapkan kasus ini,” tegas salah satu kandidat doktor Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini.

Dia menambahkan bahwa publik sudah sangat kritis menilai rasionalitas perkara, bahkan pasti akan menanti kepastian hukum atas peristiwa ini dengan cermat.

Karena itu, saya berharap Pihak Kepolisian harus belajar dari kasus Sambo, dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum berusaha optimal menyelidiki perkara ini,” pungkasnya.

Diketahui, AKBP Buddy Alfrits Towoliu ditemukan di pinggir rel kereta api di sekitar Pasar Enjo Jatinegara Jakarta Timur dalam keadaan tak bernyawa. Saat ditemukan, jasad Buddy Alfrits Towoliu masih berseragam polisi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *