Siapkan Solusi, Data BPS 2023 Sektor Pertanian Kurang Dilirik Generasi Muda Sitaro

Editor / Pewarta : Frans Kasumbala 

SITARO (Gawai.co) – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) merilis data Sensus Pertanian 2023. Hasilnya, generasi muda kurang tertarik mengurus tanaman.

BPS Sitaro resmi merilis data Sensus Pertanian Sitaro, pada 4 Desember 2023 lalu. Pendataan ini dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli, dimana petugas melakukan berbagai tahapan mulai dari turun lapangan ke warga, validasi, kemudian akhirnya merilis data.

Pada tabel katalog Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023, di seluruh kecamatan terdapat 10.192 rumah tangga usaha pertanian.

Sedangkan tabel lainnya, kelompok umur kepala rumah tangga, disitu terlihat jelas kurang ketertarikan generasi muda pada sektor pertanian.

Untuk Kelompok Umur 15 – 24 tahun ada 42 orang, sementara usia 25 – 34 tahun ada 578 orang, sedangkan 35 – 44 tercatat 1.685 orang, usia 45 – 54 tahun diketahui lebih tinggi di angka 2.936 orang, dan usia 55 – 64 tahun naik lagi menjadi 3.021 serta diatas usia 65 tahun terdapat 1.930 orang.

Dengan data tersebut, maka terlihat bagaimana perbedaan angka, antara usia yang ada. Meski Kabupaten Kepulauan Sitaro memiliki tanah yang subur serta hasil alam yang melimpah, dan sebagian besar warganya bergantung hidup sebagai petani dan nelayan untuk menyekolahkan anak – anak, ternyata tidak serta merta jadi unggulan turun temurun.

Kepala BPS Sitaro Irena Listianawati saat diwawancarai usai membuka kegiatan Diseminasi data statistik tahun 2023 dan sosialisasi hasil Sensus Pertanian 2023 membenarkan informasi tersebut.

Menurut Irena data ini jika dibandingkan dengan pendataan sepuluh tahun lalu di  2013, jelas ada perbedaan, untuk rumah tangga usaha pertanian.

“Sepuluh tahun lalu ada di angka dua belas ribuan warga sesuai data BPS, tapi tahun ini (2023) hanya sepuluh ribuan,” kata Irena menyimpulkan.

Tidak hanya itu, Irena juga terkejut dengan data anak muda yang kurang melirik sektor pertanian, ini menjadi penyebab angkanya turun.

“Lewat data ini kami melihat generasi saat ini, mungkin sudah punya banyak pilihan pekerjaan sehingga berprofesi di sektor yang lain,” ungkap Irena.

Menurut Irena yang sudah puluhan tahun bekerja di BPS menyayangkan menurunnya minat, padahal Pertanian, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto di Kepulauan Sitaro.

“Itu penyumbang terbesar PDRB Sitaro, disayangkan kalau tidak ada regenarasi” sesalnya, sambil berharap pertanian tetap menjadi primadona daerah berjuluk negeri 47 dan penghasil buah pala terbaik.

Sekedar diketahui saat ini sebagian besar hasil tanaman yang dijual di pasar tradisional maupun seupermarket, apalagi bumbu dapur bergantung dari luar daerah.

Data luas panen dan produksi cabe rawit saja, selama empat tahun terkahir khusus cabe rawit pada tahun 2019 hanya 19 ha, dengan jumlah produksi 306 kwintal.

Untuk tahun 2020 terdapat luas panen naik 20 ha, namun jumlah produksi turun 251 kwintal dan di 2021 naik signifikan untuk luas panen 83,1 ha namun jumlah produksi justru turun lagi 118,1 kwintal.

Sementara tahun 2022 turun lagi 44,4 ha saja dan jumlah produksi hanya 81,1 kwintal. “Ini yang menyebabkan harga jual kita tinggi di pasar tradisional,” kata Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Sitaro Richard Sasombo.

Dengan data yang ada, maka tidak terkejut jika kemudian harga di kepulauan naik sangat tinggi karena ketergantungan. Ini sekiranya menjadi perhatian bersama, sementara hasil alam justru masih sangat dimanfaatkan untuk menjaga ketahanan pangan.

Disaat harga beras naik, ataupun cabe rawit mahal maka solusinya bisa menggunakan tanaman umbi umbian atau ubi, serta memanen cabe di pekarangan, jika tidak ada maka bersiap membeli.

“Warganya tidak suka menanam, ya harus menyesuaikan harga,” kata Wilson Kangihade warga di Kecamatan Siau Barat Utara.

Ia berharap ada satu program tidak hanya di sosialisaikan atau imbauan kepada masyarakat tapi diharuskan, misalnya disekolah ada kurikulum yang fokus mengajar anak anak untuk menanam.

“Harus di pikirkan dari sekarang, apalagi ancamannya jelas, anak muda tidak senang menanam,” ucap Wilson penuh harap. (Frans)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *