Wale Mazani Sukses Gelar Festival

 

Suasana pelaksanaan kegiatan. (ist)



Editor: Tim Gawai


TOMOHON (Gawai.co) – Wale Mazani sukses menggelar festival. Meskipun dibatasi situasi pandemi bukan menjadi penghalang para pelaku seni terlebih seni budaya Minahasa untuk tetap bersemangat melestarikan warisan leluhur akan kearifan lokal terlebih musik tradisional. 

Festival yang dihelat sejak 21 Oktober hingga 16 November ini merupakan kolaborasi antara Balai Pelestarian Nilai Budaya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tomohon dan Rumah Budaya Nusantara Wale Mazani Minahasa dihelat hampir sebulan dengan berbagai kegiatan diantaranya launching virtual, penanaman pohon, workshop dan dialog budaya, lomba bintang vokalia mulai usia anak hingga dewasa, lomba kolintang hingga konser budaya yang puncaknya dirangkaikan penyerahan hadiah pada Senin(16/11) malam di RBN Wale Mazani Minahasa Tomohon Selatan.

Pada kesempatan tersebut, Founder RBN Wale Mazani Minahasa Joudy Aray menuturkan langkah ini guna menyasar bagaimana semangat menumbuh kembangkan semangat kebangsaan melalui pagelaran budaya. 

“Tentunya salah satu tujuan utama yakni melestarikan alat musik kolintang sebagai warisan budaya dan sarana edukasi. Bahkan lewat festival ini kita bisa menemukan kolaborasi unik dari musik kolintang saat dipadukan dengan genre musik modern sehingga semakin berkembang,” urai Aray.

Salah satu maestro seni musik tradisional ini juga menuturkan lewat FesWaMa ini juga diharapkan menjadi salah satu sarana mengumpulkan seniman-seniman budaya lokal dan sanggar musik kolintang. 

“Tidak hanya itu lewat festival ini juga memperkuat komunitas-komunitas seni budaya lokal yang memiliki persepsi yang sama untuk pemajuan kebudayaan. Pastinya diharapkan lewat gelaran ini nilai-nilai budaya terus ditanamkan terlebih bagi para generasi baru,” harapnya

Apresiasi akan FesWaMa juga disampaikan salah satu psikolog Tomohon yang juga turut sempat menyaksikan pagelaran seni budaya tersebut. “Festival budaya Wale Ma’zani dengan kegiatan Meimo Kumolintang memberi dampak positif bagi anak-anak, karena alunan musik bisa berpengaruh baik pada perkembangan otak,” ujarnya.

“Paparan musik ini bisa menstimulasi area otak yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa dan emosi. Selain itu, dengan mengenalkan anak pada alat musik kolintang bisa menambah wawasan mereka akan kearifan lokal Minahasa terkait seni. Di Wale Ma’zani anak-anak bisa melihat secara langsung bagaimana proses pembuatan alat musik kolintang dan bagaimana wujudnya,” jelas Jeniver Mantow.

Dirinya juga menjelaskan terkait kearifan lokal yang bisa menjadi pelajaran bagi anak-anak yaitu bahasa daerah. “Ya terkait hal iti tidak bisa dipungkiri hanya terbatas di beberapa kelurahan saja yang masih fasih berbahasa Tombulu di Tomohon. Bukan cuma anak-anak, orang tua juga, tidak semua bisa lancar berbahasa daerah. Ada yang bisa Tombulu pasif yang sering dikatakan bisa paham kalau orang lain bicara, tapi dia sendiri kurang bisa bicara merangkai kata dalam bahasa Tombulu,” jelas Mantow.

Dalam lomba yang dilaksanakan sejak 11-14 November tersebut menghadirkan para juri baik lokal maupun luar daerah. Sementara dalam dialog budaya dengan tema Bersatu dalam strategi kolintang goes to Unesco menghadirkan perwakilan dari PINKAN Indonesia, KKK Surabaya, KKK Medan, K2 Surabaya, Ipkolindo Nasional dan Sulut, IPMK Jakarta, Asik Sulut, AMKK Milenial, Isento dan Pineasaan ne Tombulu. (Tim Gawai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *