Editor/Pewarta: Alfondswodi
BITUNG (Gawai.co) – Ketua Tim Kuasa Hukum Pdt Hein Arina Th.D (HA) Dr. Michael Remizaldy Jacobus, S.H., M.H., beberkan fakta kasus yang menjerat kliennya atas dugaan Tindakan Pidana Korupsi (Tipikor). Jumat (23/05/2025).
Dr. Michael Remizaldy Jacobus, S.H., M.H., bersama tim advokad Pdt Hein Arina Th.D, Eduard Manalip, S.H., M.H., Franklin Aristoteles A. Montolalu, ST, S.H., M.H., Notje Oltje Karamoy, S.H., James Rama, S.H., Rosilin Masihor, S.H., M.H., dan Debie Z. Hormati, S.H. membeberkan fakta-fakta baru.
Pasalnya, usai pencabutan gugatan praperadilan yang diajukan sebelumnya pada 5 Mei 2025. Sehari kemudian, pada 6 Mei 2025, HA menunjuk kuasa hukum melalui Surat Kuasa Khusus Nomor: 023.1/SK.PID/MRJ-HA/V.2025 kepada MRJ Law Office.
Kemudian Dr Michael Remizaldy Jacobus SH MH, langsung melakukan kerja-kerja advokad usai dipercaya oleh keluarga menjadi Ketua Tim Advokasi.
“Kami sudah mempelajari dokumen proposal, permohonan pencairan dana hibah, Naskah Perjanjian Hibah Daerah, Laporan Pertanggungjawaban Dana Hibah beserta dokumen lainnya. Bahkan beberapa saksi terkait perkara sudah kami wawancarai, sehingga ditemukan banyak kejanggalan dalam kasus ini,” kata Jacobus.
Lulusan Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Trisakti dengan predikat cum laude, menyebutkan bahwa kejanggalan yang ditemukan timnya telah dikonsultasikan dengan ahli hukum administrasi keuangan negara dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H., pada 10 Mei 2025.
“Salah satu kejanggalannya adalah objek tipikor yang ditetapkan penyidik adalah terkait penggunaan dana hibah setelah uang masuk ke rekening atas nama Sinode GMIM dan bukan ke rekening pribadi Pdt. HA. Menurut ahli keuangan negara dari UI yang kami temui, hibah daerah itu dibagi dua, yakni hibah kepada subjek hukum pemerintah dan/atau perusahaan milik pemerintah, dan hibah yang diberikan kepada subjek hukum non-pemerintah,” jelasnya.
Lanjutnya, “Kalau dana hibah masuk ke rekening subjek hukum pemerintah atau BUMN/BUMD, maka itu masih uang negara/daerah atau uang ‘plat merah’ karena tercatat sebagai pendapatan hibah dalam neraca keuangan instansi penerima. Namun, jika dana diberikan kepada subjek hukum non-pemerintah, maka itu bukan lagi uang negara karena telah tercatat sebagai pendapatan hibah dari pihak penerima seperti Sinode GMIM,” tambah Jacobus.
Advokat yang juga menjabat Penatua di GMIM Getsemani Madidir, Wilayah Bitung 9, ini menekankan pentingnya memahami definisi hukum dari “hibah”.
“Untuk memastikan bahwa suatu tindakan adalah tindak pidana korupsi atau bukan, maka perlu diperjelas status dana hibah, apakah masih termasuk uang negara atau tidak,” jelasnya.
Ia kemudian merujuk pada Pasal 1666 KUHPerdata yang berbunyi: “Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.”
“Unsur-unsur hibah adalah: perbuatan hukum perdata berupa persetujuan dua pihak—pemberi dan penerima, di mana barang diserahkan secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali. Tidak ada definisi lain dalam undang-undang yang berlaku, sehingga kita harus tunduk pada ketentuan Pasal 1666 KUHPerdata,” ujar Jacobus.
Menurut Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, SH, MH. (ahli hukum administrasi dan keuangan negara) kata Jakobus, beliau menjelaskan meskipun sumber dana hibah berasal dari keuangan negara, batasan kepemilikan negara atas uang yang telah dialihkan ke rekening subjek hukum non-pemerintah sangat tergantung pada mekanisme hukum yang mendasari peralihan tersebut.
“Jika uang negara/daerah dialihkan ke rekening pihak lain atas dasar pinjam meminjam, maka hak kepemilikan masih milik negara. Begitu juga dengan pembayaran proyek konstruksi, di mana uang yang dibayarkan masih dianggap milik negara karena hasil pekerjaannya menjadi aset negara,” paparnya.
Jacobus melanjutkan, “Namun, jika uang dialihkan melalui hibah, maka telah terjadi peralihan hak tanpa kompensasi. Saya bandingkan saja dengan jual beli dan pembayaran gaji. Dalam jual beli, uang berpindah tetapi disertai kompensasi berupa barang atau jasa. Begitu pula gaji, ada uang tapi atas dasar pekerjaan. Hibah itu lain, tidak ada kompensasi. Maka, janggal sekali kalau uang yang sudah beralih dalam konteks hibah kemudian dianggap dikorupsi.”
Doktor hukum pidana ini juga mengingatkan bahwa hibah daerah hanya bisa dialokasikan setelah mandatory spending dalam APBD, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, sudah terpenuhi.
“Karena itu hibah bersifat tidak wajib, bergantung pada sisa anggaran pemerintah. Maka pemberian hibah kepada subjek hukum non-pemerintah seperti Sinode GMIM bersifat sah dan menguntungkan, serta tidak melawan hukum,” katanya, mengingatkan bahwa ia pernah menjabat sebagai Komisi Pemuda Sinode GMIM periode 2011–2014.
Ketika ditanya tentang pemenuhan dua alat bukti untuk menetapkan Pdt. HA sebagai tersangka, Jacobus menegaskan bahwa hal tersebut belum berarti terbukti bersalah.
“Menetapkan tersangka dengan minimal dua alat bukti adalah kewenangan penyidik. Tetapi hanya pengadilan yang dapat menguji apakah alat bukti tersebut relevan untuk membuktikan Pdt. HA bersalah secara sah dan meyakinkan,” ujarnya.
“Tahun 2014, klien saya ditahan karena tuduhan penipuan, dengan dua saksi dan bukti surat. Tapi divonis onslag (lepas dari segala tuntutan pidana) oleh pengadilan karena perkara itu hanyalah wanprestasi. Tahun 2018, klien saya dituduh membakar sekolah dan ditetapkan sebagai tersangka, tapi divonis vrijspraak (bebas dari segala tuntutan hukum) oleh Mahkamah Agung karena tak cukup bukti.” katanya.
Mengenai Laporan Hasil Audit BPKP yang menyatakan adanya dugaan kerugian negara, Jacobus mengatakan bahwa hal itu belum menentukan kesalahan Pdt. HA.
“Tahun 2019, klien saya yang merupakan mantan bendahara inspektorat di salah satu kabupaten di Sulawesi Utara ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena dugaan korupsi berdasarkan audit BPK. Namun akhirnya diputus vrijspraak oleh Pengadilan Tipikor dan hasil audit tersebut dibatalkan. Mahkamah Agung menguatkan putusan tersebut, dan klien saya kini kembali berdinas. Itu fakta,” tegasnya.
“Berkas perkara saat ini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. Kami masih yakin Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara akan memeriksa perkara ini dengan teliti, objektif, dan profesional,” pungkas Jacobus.
Ia menambahkan bahwa minggu depan timnya akan membeberkan hasil konsultasi dengan ahli hukum pidana Prof. Dr. Jamin Ginting, S.H., M.H., M.Kn., dari Universitas Pelita Harapan agar kasus ini dapat didudukkan secara proporsional. (*/ayw)