Editor/Pewarta: Martsindy Rasuh
TONDANO (Gawai.co) – Pihak Unima memberikan klarifikasi soal tudingan pembangunan proyek gedung Pancasila terbengkalai atau mangkrak. Menurut Kepala Humas Unima Drs. Titof Tulaka, SH, MAP, bahwa tuduhan itu tak benar. Hal itu disampaikannya dalam jumpa pers, lantai II ruangan humas, Jumat (16/6/2023).
Dijelaskan Titof, dalam pembangunan gedung pusat pembinaan mentalitas Pancasila, sudah sesuai dengan aturan yang ada. Bahwa 31 Maret tahun 2023 berakhir masa kontrak dengan PT Razasa Karya.
“Pada tanggal 31 Maret 2023 pihak Unima dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah mengeluarkan surat dalam pemutusan kontrak dengan PT. Razasa Karya (sebagai kontraktor) dan PT. Daya Cipta Dianrancana (sebagai konsultan pengawas manajemen konstruksi) dan itu sudah diterima oleh kedua perusahaan tersebut,” tegas Tulaka.
Pada prinsipnya, lanjut Titof, dalam pembangunan gedung itu tidak benar jika dikatakan proyek mangkrak, karena pembangunannya sementara dicarikan solusi untuk diselesaikan.
Pembangunan dikatakan mangkrak apabila bangunan atau konstruksinya berhenti di tengah jalan (kehabisan dana) atau tidak pernah dimulai sama sekali. Sedangkan bangunan di Unima ini letak persoalannya pada masa kontrak kerja yang sudah habis waktu.
Jadi, jika sudah ada solusi, pembangunannya akan dilanjutkan. Tentu harus melalui prosedur yang berlaku dalam aturan perundang-undangan dan persyaratan yang berkaitan dengan pembangunan.
“Jadi kalau ada yang bilang proyek mangkrak, itu jelas-jelas salah. Karena proyek ini nantinya akan diselesaikan. Kalau proyek mangkrak itu sudah berbulan-bulan dan bertahun-tahun tak kunjung selesai. Sedangkan gedung yang dimaksud baru habis waktu atau putus kontrak, kan aneh jika dibilang proyek mangkrak,” jelasnya.
“Intinya dalam pengerjaan pembangunan gedung itu pihak Unima telah melaksanakannya sesuai prosedur. Semua sudah sesuai prosedur, apalagi yang kurang,” katanya.
Masalahnya sekarang pasca kontrak habis dan setelah batas waktu 31 Maret 2023, PPK sudah tiga kali mengeluarkan surat kepada pihak ketiga atau perusahaan untuk menyetop pengerjaan. Namun, perusahaan masih saja bekerja di lokasi.
“Jadi jika dibilang Unima yang salah, menurut saya itu sangat-sangat keliru. Apalagi sudah menggiring opini bahwa Unima melakukan tindakan pembiaran dan atau menghindar jika ingin dimintai keterangan,” sentilnya.
Selama ini, kata Titof, pihaknya sangat terbuka bagi siapapun untuk meminta informasi dan atau klarifikasi maupun melakukan wawancara, termasuk wartawan.
“Kami pun tak terima bila ada yang beranggapan ibu rektor sering keluar daerah karena ingin menghindar untuk ditanyai perihal pembangunan gedung itu. Pernyataan itu jelas-jelas sangat keliru. Jika pimpinan kami sering berangkat keluar daerah itu kaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya selaku rektor, bukan menghindar,” tegas Tulaka.
Ditambahkannya, jika ingin berkoordinasi ada Bagian Humas, dan dimana-mana namanya ingin konfirmasi yah tentu lewat humas. “Karena kami yang telah diberi kepercayaan itu, jadi mari berkoordinasi,” tutupnya.
Sesuai prosedur pimpinan untuk pemberitaan dan atau berhubungan dengan pers adalah humas. “Kami tak terima atau keberatan apabila pimpinan dituduh menghindar jika ingin dimintai keterangan. Setahu kami pimpinan jika keluar daerah, itu dalam rangka kepentingan lembaga,” urainya.
Ditambahkannya, proyek ini tidak semata-mata hanyalah tanggungjawab Unima, proses lelang hingga pembangunan dipantau langsung kementerian. Apalagi soal pembiayaannya, perlu ketelitian.
“Proyek ini diawasi langsung kementerian, mulai dari proses lelang, pengerjaan sampai pembiayaan itu dipantau Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BABUN). Dananya langsung dari kementerian, bukan dana internal Unima, maka dari itu setiap progress pengerjaan harus dilaporkan ke kementerian termasuk bila melewati batas waktu,” tutupnya. (Mrt)