Pewarta: Rendi Pontoh
BOLTARA (Gawai.co) – Di dalam gedung dewan yang megah di tengah kota Boroko, tiga pimpinan DPRD Bolaang Mongondow Utara (Boltara) mendadak menjadi perhatian publik. Bukan karena keberhasilan mengesahkan program atau membela aspirasi rakyat, melainkan karena terjerat kasus korupsi makan dan minum yang nilainya tak main-main: Rp1,1 miliar.
Kejaksaan Negeri Boltara tengah mengusut perkara ini. Mereka menemukan indikasi kuat terjadinya penyimpangan anggaran konsumsi di Sekretariat DPRD khususnya Tiga Pimpinan selama empat tahun anggaran. Dari dokumen-dokumen yang dikantongi penyidik, muncul dugaan bahwa sebagian besar kuitansi dan laporan pertanggungjawaban disusun secara fiktif.
Situasi ini mengguncang ruang-ruang politik lokal. Salah satu nama yang ikut terseret disebut-sebut sebagai kader partai besar: PDI Perjuangan.
Ketua DPC PDIP Bolmut, Drs. H. Amin Lasena, pun angkat bicara. Dihubungi oleh Media ini melalui telepon genggam, Amin memilih bersikap hati-hati. Ia tidak ingin memvonis, tapi juga tak menutup mata.
“Tentu semua ini kami serahkan ke Kejaksaan Negeri Bolmut karena mereka yang lebih memahami itu. Saya pribadi sangat menghormati proses hukum tersebut,” ujar Amin, Rabu (2/7/25), dengan nada santai.
Amin mengakui bahwa apabila kader partainya ikut terlibat, pihaknya akan tentu melaporkan hal ke tingkat organisasi yang lebih tinggi.
“Untuk kader partai yang terseret, tentu akan kami sampaikan ke tingkatan partai yang lebih tinggi. Sekali lagi, kami tetap menghormati proses hukum ini,” ujarnya.
Namun pengembalian uang yang sempat dilakukan oleh beberapa pihak yang diperiksa, tidak serta-merta menyelamatkan mereka dari jerat hukum. Seorang pejabat internal Kejari Bolmut mengonfirmasi bahwa pengembalian dana hanyalah bentuk kerja sama, bukan alasan untuk menghentikan penyidikan.
“Pengembalian itu bisa dipertimbangkan sebagai bentuk kerja sama atau justice collaborator. Tapi tidak berarti kasusnya berhenti. Tindak pidana tetap jalan,” kata Kejari Boltara Oktavians Syah Effendi SH. MH.
Di lingkungan kejaksaan, pengembalian kerugian negara memang tak menghapus perbuatan pidana. Pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana.
Kini, perhatian publik tertuju pada Kejaksaan Negeri Bolmut. Apakah institusi ini akan menuntaskan kasus secara transparan hingga ke pucuk kekuasaan DPRD, atau justru berhenti di tengah jalan karena tekanan politik?
Di sisi lain, kasus ini menjadi cambuk bagi partai politik, yang selama ini menekankan integritas kader di jalur legislatif. Bagi rakyat Boltara, anggaran makan dan minum yang semestinya hanya pelengkap kerja birokrasi kini menjelma menjadi simbol kemewahan yang dikorup.
Dalam sunyi ruang penyidikan, waktu sedang bekerja. Uang boleh dikembalikan. Tapi hukum tetap berjalan. (rp)