JAKARTA (Gawai.co)– Tanpa tindakan segera, situasi saat ini yang diakibatkan oleh COVID-19 dapat membawa konsekuensi jangka panjang terhadap keselamatan, kesejahteraan, dan masa depan anak-anak di Indonesia. Hal ini dinyatakan oleh UNICEF dalam pernyataan posisi yang baru diterbitkan mengenai dampak sosial dan ekonomi pandemi serta rekomendasi untuk mengatasinya.
COVID-19: Anak-anak di Indonesia berisiko mengalami konsekuensi jangka panjang
Editor: tim Gawai.co
JAKARTA (Gawai.co)– Tanpa tindakan segera, situasi saat ini yang diakibatkan oleh COVID-19 dapat membawa konsekuensi jangka panjang terhadap keselamatan, kesejahteraan, dan masa depan anak-anak di Indonesia. Hal ini dinyatakan oleh UNICEF dalam pernyataan posisi yang baru diterbitkan mengenai dampak sosial dan ekonomi pandemi serta rekomendasi untuk mengatasinya.
JAKARTA (Gawai.co)– Tanpa tindakan segera, situasi saat ini yang diakibatkan oleh COVID-19 dapat membawa konsekuensi jangka panjang terhadap keselamatan, kesejahteraan, dan masa depan anak-anak di Indonesia. Hal ini dinyatakan oleh UNICEF dalam pernyataan posisi yang baru diterbitkan mengenai dampak sosial dan ekonomi pandemi serta rekomendasi untuk mengatasinya.
Pernyataan posisi berjudul COVID-19 and Children in Indonesia: An Agenda for Action to address Challenges beyond Public Health, menyajikan bukti bahwa virus Corona telah secara luas mengganggu kestabilan pendapatan keluarga-keluarga Indonesia—sebagian besar dari mereka tidak tercakup dalam sistem jaminan sosial yang menargetkan masyarakat dalam kemiskinan ekstrem.
Namun, kehilangan pekerjaan dan pendapatan secara mendadak dapat memicu situasi kemiskinan bagi jutaan anak. Hal ini mengancam kinerja gizi, pendidikan, dan perlindungan anak sekaligus dapat memperparah ketimpangan yang sudah ada terkait gender, pendapatan, dan kelompok rentan seperti anak dengan disabilitas.
“Setelah pandemi pun, anak-anak di seluruh Indonesia akan terus merasakan dampaknya selama bertahun-tahun ke depan,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini. “Jika kita tidak bertindak dari sekarang untuk menanggulangi dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi, krisis kesehatan bisa menajdi krisis yang lebih luas sehingga menghambat, bahkan menimbulkan kemunduran, dari kemajuan kondisi anak yang sudah dicapai Indonesia melalui kerja keras selama bertahun-tahun.”
Laporan tersebut juga mencatat bahwa, sebelum pandemi, Indonesia telah menghadapi beban malnutrisi dalam tiga bentuk—kurang gizi, kelaparan tersembunyi akibat kekurangan nutrien esensial, dan kelebihan berat badan pada kelompok balita. Kondisi ini dapat berkembang kian buruk seiring dengan hilangnya pendapatan dan terbatasnya akses kepada makanan sehat. Akibatnya, tidak hanya angka stunting dapat meningkat, prevalensi obesitas pun berpotensi naik karena konsumsi makanan ultra olahan dengan kandungan gula, garam, dan lemak yang tinggi.
Selain itu, sebagaimana dinyatakan dalam dokumen posisi, hampir 60 juta anak Indonesia tidak dapat bersekolah karena COVID-19. Namun, pembelajaran jarak jauh secara daring masih terasa menantang bagi banyak pihak. Hilangnya waktu belajar dalam periode yang cukup lama bisa membuat banyak murid gagal memenuhi standar pengetahuan dan kompetensi yang perlu diraih untuk tingkat kelasnya. Dalam jangka panjang, hal ini berisiko berdampak terhadap pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia.
Dokumen posisi juga memperingatkan bahwa aturan pembatasan meningkatkan potensi bertambahnya angka kekerasan, pelecehan, dan pembiaran terkait pengasuhan anak di rumah ataupun panti asuhan. Terdapat beberapa faktor risiko, termasuk tingginya tingkat kekerasan terhadap anak dan toleransi terhadap kekerasan rumah tangga dan perkawinan anak, dipadukan dengan tingkat stres yang lebih tinggi akibat situasi pandemi. Hal-hal ini bisa mengarah pada lonjakan laporan kasus kekerasan terhadap anak di ranah rumah tangga.
Agar pandemi tidak menyebabkan kerugian jangka panjang terhadap masyarakat Indonesia, dokumen posisi memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat dan daerah, antara lain:
Dukung keluarga memenuhi kebutuhan dan mengasuh anak: Segera perluas cakupan dan manfaat jaminan sosial agar bisa melayani semua keluarga yang terdampak secara ekonomi oleh pandemi.
Dukung keluarga memenuhi kebutuhan gizi anak: Sosialisasikan panduan dan sediakan sarana pelayanan gizi esensial berkelanjutan untuk remaja, perempuan usia subur, ibu hamil dan menyusui, dan balita, misalnya berupa pengawasan dan dukungan pertumbuhan, pemberian suplemen nutrien mikro, konseling gizi untuk ibu, konseling pemberian makan untuk bayi dan balita, pembagian biskuit tinggi energi, dan penapisan serta perawatan untuk kasus kurus parah (severe wasting).
Dukung anak agar tetap belajar: Perluas opsi metode belajar dari rumah agar tersedia pula metode yang minim atau tanpa teknologi, awasi pembelajaran dan partisipasi murid melalui platform daring, kedepankan prinsip “lebih sedikit namun berkualitas” yaitu dengan berfokus mengajarkan keterampilan dan pengetahuan paling esensial dalam situasi keterbatasan sumber daya, dan berikan guru dukungan dan bimbingan terkait pengajaran jarak jauh.
Lindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, dan pelecehan: Berikan dukungan kesehatan jiwa dan psikososial kepada anak yang rentan; rumuskan strategi untuk menjawab risiko kekerasan berbasis gender dan kekerasan terhadap anak, termasuk pemetaan layanan, penyediaan panduan rujukan, perluasan mekanisme pelaporan dan respons. Pastikan pekerja sosial dapat bekerja dengan aman menggunakan alat pelindung agar pelayanan dan manajemen kasus bisa terus diselenggarakan untuk kelompok yang paling rentan.
Sediakan pendanaan publik untuk anak: Pastikan bahwa pengurangan pendanaan dan pengalokasian ulang anggaran pemerintah dalam rangka penanggulangan pandemi tidak mengganggu pelayanan untuk anak di sektor seperti pendidikan dan pelayanan sosial.(tim Gawai.co)