Cerita Gadis Remaja Terdampak Erupsi Gunung Ruang Tagulandang

Cardia Lohonauman warga Kepulauan Tagulandang, Kabupaten Sitaro yang terdampak erupsi Gunung Ruang. (foto:istimewa)

“CARDIA LOHONAUMAN gadis remaja umur 17 tahun, merupakan salah satu dari 13.215 jiwa warga Kepulauan Tagulandang yang terdampak Erupsi Gunung Ruang yang saat ini bersama ratusan penyintas di Rusun BLK Bitung”

BITUNG (Gawai.co) – Dashyatnya letusan/erupsi Gunung Ruang di Kepulauan Tagulandang, Kabupaten Sitaro mengisahkan cerita pahit bagi sejumlah warga.

Kedahsyatan Erupsi Gunung Ruang tak hanya dirasakan bagi masyarakat sekitar, namun dampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang pun dirasakan hingga diwilayah Sulawesi Selatan.

Erupsi Gunung Ruang merupakan catatan sejarah pasca erupsi yang terjadi pada puluhan tahun lulu, tercatat dalam sebulan tiga kali erupsi dengan skala besar.

Letusan/erupsi Gunung Ruang pertama terjadi pada Selasa 16 April, erupsi kedua terjadi pada Rabu 17 April sekitar pukul 20:00 wita dan erupsi ketiga terjadi pada Selasa 30 April 2024 sekitar pukul 20:00 wita.

Awan panas atau Aliran Piroklastik mengandung unsur Tefra, yang dikeluarkan saat erupsi Gunung Ruang, hingga mencapai 5000 hingga 6500 meter dari permukaan laut.

Gadis Remaja vs Erupsi Gunung Ruang

Cardia Lohonauman gadis remaja umur 17 tahun, yang baru saja tamat SMA Negeri 1 Tagulandang, salah satu korban terdampak bencana alam erupsi Gunung Ruang.

Cardia yang ditemui disela-sela demo pembuatan makan ringan berbahan baku ikan Tuna oleh Poltek KP Bitung di rumah penyintas Rusun BLK Bitung.

Remaja berparas cantik ini pun menceritakan sekilas pengalamannya disaat erupsi Gunung Ruang yang terjadi pada beberapa pekan lalu, yang membumi hanguskan tempat tinggalnya di Desa Bahoi, Kecamatan Tagulandang Kabupaten Kepulauan SITARO.

“Letusan tanggal 30 April 2024, merupakan erupsi yang paling dahsyat dari erupsi tanggal 16 dan 17 April 2024 lalu,” kata Cardia saat diwawancarai awak media Gawai.co, sambil memancarkan pandangan kosong kearah langit-langit gedung BLK Bitung.

Anak pertama dari ketiga bersaudara ini, mengatakan disaat erupsi tanggal 30 April 2024, disekitar pukul 19:45 wita, sempat terjadi gempa namun dengan skala kecil.

“Saat saya berpikir, itu hanya gempa biasa dan tak akan ada erupsi lagi. Namun beberapa menit kemudian disaat hendak keluar rumah, saya sempat sock karena langit dan situasi itu sudah terang dan berwarna orange ke kuning-kuningan dan hanya berselang beberapa menit gemuruh letusan dahsyat berkumandang seakan merobek kertas telinga,” ucap Cardia diikuti dengan gerakan.

Lanjutnya, “Disaat bersamaan, listrik pun pandam menambah dramatis situasi dikala itu. Suasana rumah kacau disertai suara teriakan histeris! Saya pun langsung menyalahkan lampu handphone dan mencoba merangkul adik ketiga kemudian disusul Ibu serta Oma, Opa dan Adik kedua, berlari keluar rumah mencari pertolongan,” ulasnya.

Disaat sedang berlari menuju ke wilayah perkebunan sebagai lokasi tempat berteduh, kata Cardia Oma’nya sempat kena partikel Tefra di paha kanan.

“Saat sedang berlari, kami hanya fokus untuk mencari tempat berteduh, karena hujan batu serta gemuruh guntur disertai kilat seakan menyerang. Kami pun berteduh di sebuah gubuk hingga pagi hari. Saat pulang ke rumah saya melihat rumah kami sudah hancur dan tak layak dihuni, setelahnya langsung menuju ke tempat pengungsian,” tandasnya.

Saat disentil terkait apa saja yang berhasil diselamatkan saat erupsi terjadi, kata Cardia tak ada yang berhasil diselamatkan, kami sekeluarga, Oma, Opa, Mama dan Kedua Adik saat berada di posko pengungsian di Tagulandang hingga di Kota Bitung hanya bermodalkan sepasang baju.

“Harapannya ijazah serta surat berharga lainnya masih tersimpan rapi didalam reruntuhan puing rumah,” ucap Cardia yang memiliki cita-cita ingin menjadi Abdu Negara dalam kesatuan Polri.

Dirinya mewakili ratusan penyintas yang berada di Rusun BLK Bitung, menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada jajaran Pemerintah Provinsi, BNPB dan Pemerintah Kota Bitung yang telah memfasilitasi serta melayani kami, hari hari pertama hingga saat ini sudah memasuki hari kedelapan.

“Budi baik dari Bapak-Ibu masyarakat Sulawesi Utara, khususnya Wali Kota Bitung dan jajarannya serta masyarakat Kota Bitung, atas perhatian dan semua fasilitas yang telah diberikan kepada kami warga Tagulandang yang berada di Rusun BLK Bitung,” pungkasnya sambil meneteskan air mata.

SEKILAS TENTANG KEPULAUAN TAGULANDANG

Desa Bahoi adalah salah satu dari 25 Desa dan 2 Kelurahan di wilayah Kepulauan Tagulandang yang masuk dalam administrasi Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (SITARO).

Kepulauan Tagulandang memiliki Tiga Kecamatan yang terdiri dari; Kecamatan Tagulandang, memiliki 13 Desa dan 2 Kelurahan, sedangkan Kecamatan Tagulandang Selatan memiliki 6 Desa serta 6 Desa di Kecamatan Tagulandang Utara.

Berdasarkan data dari kanal resmi Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, tercatat jumlah penduduk di Kecamatan Tagulandang kurang lebih sekitar 13.215 jiwa, sedangkan Kecamatan Tagulandang Selatan sebanyak 4875 jiwa dan Kecamatan Tagulandang Utara sebanyak 4206 jiwa.

Jika dibandingkan dengan sejumlah Desa yang berada di Pulau Ruang, kerusakan akibat dampak erupsi Gunung Ruang, tidak terlalu parah, namun hampir 60 persen pemukiman warga saat ini tidak layak untuk di huni pasca erupsi.

Sekilas Tentang Partikel Erupsi Gunung Berapi

Piroklastik atau lebih dikenal dengan partikel yang dikeluarkan disaat erupsi Gunung Ruang, memiliki ukuran yang bervariasi, dari ukuran kecil hingga besar.

Piroklastik biasanya mengeluarkan berbagai partikel seperti; Bom (batu besar), Tefra (batu yang ukurannya tidak beraturan & lebih kecil dari bom), Lapili (kerikil), Debu vulkanik (tuf) dan Batu Apung (Pumice) serta Pasir.

Penulis: Alfonds Wodi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *