Dukungan Unima Terkait Kebijakan Bebas Skripsi dan Tanggapan Mahasiswa

Editor/Pewarta: Maher Kambey

TONDANO (Gawai.co) – Rektor Unima, Prof. Dr. Deitje Adolfien Katuuk, M.Pd., menyebutkan bahwa pihaknya mendukung penuh kebijakan Kemendikbudristek, yang disampaikan Nadiem Anwar Makarim, soal kebijakan bebas skripsi bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan studi.

Katuuk mengaku sangat mendukung kebijakan tersebut. Menurutnya, syarat kelulusan juga dapat berupa prototipe, proyek, atau, tugas akhir lainnya yang dikerjakan secara individu maupun berkelompok.

“Terkait dengan kebijakan Kemendikbudristek, kami (Unima) sudah mulai terapkan bagi setiap mahasiswa berprestasi tingkat nasional melalui karya ilmiah mereka,” kata orang nomor satu di Unima ini.

Lebih lanjut mantan Dekan FIPP ini menjelaskan, semua artikel mahasiswa yang keluar dimuat di Scopus juga sudah menjadi pengganti Skripsi.

Tanggapan sejumlah mahasiswa Unima

“Dalam ketentuannya, skripsi bisa tetap diadakan atau diganti dengan proyek atau tugas akhir. Keuntungan dan kerugian dari kebijakan bebas skripsi menurut saya tergantung pada kemampuan mahasiswa menentukan tugas akhir penyelesaian studi kemudian kemampuan dosen yang menjadi fasilitator dalam meraih gelar sarjana sesuai bidangnya,” kata Angelika Muya, mahasiswi FMIPAK.

Senada, Junita Waworuntu yang adalah mahasiswi FBS berujar, adanya kebijakan ini dapat membantu mahasiswa yang memiliki minat, talenta atau tujuan karier yang berbeda-beda saat lulus nanti.

“Hal ini termasuk mereka yang lebih tertarik pada aspek praktis pendidikan atau yang ingin lebih fokus pada pengalaman lapangan. Namun kebijakan ini harus dilakukan secara hati-hati dengan memakai sistem alternatif yang kuat agar mahasiswa masih dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam program studi tersebut,” ungkap Junita.

“Kalau dari saya sebagai mahasiswi Prodi Ilmu Hukum, dibebaskannya skripsi merupakan langkah awal yang cukup baik akan tetapi kembali lagi kita melihat pengganti dari skripsi ini penugasannya seperti apa,” sebut Anggreine Vinolia Ering.

Dia menuturkan, jika pengganti skripsi lebih bisa mengembangakan kompetensi mahasiswa Hukum maka project base learning yang harus dilakukan adalah dengan langsung mengimpikasilan hasil penelitian yang ada.

“Karena sebagai mahasiswa hukum kami tidak lepas dari pembuatan karya tulis ilmiah ataupun tulisan terkait dengan isu hukum. Sudah menjadi hal wajib bagi kami untuk membuat karya ilmiah sebagai bentuk kompetensi pengembangan diri di bidang hukum,” katanya.

Jhosua Korengkeng, salah satu mahasiswa FEB mengutarakan bahwa kebijakan ini lebih berpotensi meningkatkan kreativitas dari semua mahasiswa karena peluang untuk berinovasi terbuka luas.

“Tentu ini dikembalikan kepada program studi dan jurusan masing-masing, namun saya pribadi mendukung kebijakan ini apalagi tugas akhir atau proyek yang dimaksud memang lebih menekankan tri darma perguruan tinggi,” ungkap Jhosua, Senin (4/9/2023).

Diketahui kebijakan bebas skripsi masuk dalam program Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.

Kebijakan tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. (Mhr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *