BITUNG (Gawai.co) – Bencana tanah longsor di wilayah lingkungan I, Kelurahan Pinasungkulan, Kecamatan Ranowulu – Kota Bitung, pada Minggu 05 Desember 2021, apakah terjadi secara alami ataukan adanya campur tangan manusia?.
Seperti halnya pada pemberitaan sebelumnya “ https://gawai.co/2021/12/diguyur-hujan-rumah-warga-pinasungkulan-roboh/ “ bencana tersebut diakibatkan oleh intensitas curah hujan yang cukup lumayan tinggi.
Menurut salah satu warga Kelurahan Pinasungkulan, kepada awak media membenarkan bencana longsor tersebut diakibatkan oleh curah hujan pada waktu itu cukup lumayan tinggi dan dengan durasi yang lama.
Namun, salah satu penyebabnya kata sumber, diakibatkan oleh aktivitas perusahan yang setiap harinya dengan jadwal yang telah terpampang di papan informasi (jadwal jam peledakan/blasting) hingga dua kali sehari.
“Memang betul bencana longsor yang dialami salah satu warga Pinasungkulan kejadiannya bersamaan dengan cuaca hujan, namun sebelumnya hampir semua bangunan rumah di kampung kami retak akibat aktivitas blasting” ujar sumber yang tak mau namanya diberitakan. Senin (06/12).
“Selain itu pula, kontur tanah yang dibangun sedikit curam serta berpasir, sehingga ketika terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi seperti kemarin, sangat mudah roboh” sambungnya.
Senada yang dikalimatkan Berry Persik selaku Tim Program Advokasi Pertambangan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulut, saat dihubungi wartawan Gawai.co menyampaikan tanggapannya terkait dengan tanah longsor yang berada di seputaran wilayah aktivitas pertambangan PT Meares Soputan Mining dan PT Tambang Tondano Nusajaya (PT MSM/TTN) yang merupakan anak perusahan PT Archi Indonesia Tbk.
Menurutnya, dalam satu dekade musim yang terakhir ini, ada korelasi yang kuat terjadinya Bencana banjir dan tanah longsor bukan hanya karena faktor alamiah alam, namun lebih banyak karena campur tangan manusia terhadap penghancuran lingkungan hidup di Sulawesi Utara.
“Bencana yang terjadi di wilayah Pinasungkulan merupakan ‘first warning’. Seperti kita ketahui wilayah Pinasungkulan saat ini, sangat dekat dengan lubang terbuka tambang dan bentangan alami sungai araren yang telah berubah fungsi dan rusak” kata Berty.
“Saya mengira ini, salah satu bencana buatan yang terencana secara sistematis akibat lemahnya tanggung jawab otoritas negara dalam mengawasi izin usaha pertambangan dan tidak konsistennya penegak hukum lingkungan diwilayah sungai” tandasnya.
Pria yang diketahui konsisten dengan keberadaan ekosistem pulau Sulawesi ini, pun menambahkan Sumber Daya Alam kita saat ini, hampir habis terkuras secara serakah para pelaku corporate.
“Persoalan ini akan membawa kita pada krisis sosial, budaya kedepan karena adanya defisit kesejahteraan” pungkasnya.