Opini  

Mahasiswa Sebagai Penggerak Perubahan

Regi Mokodongan. (Foto: ist)

Editor: Martsindy Rasuh
Penulis: Regi Mokodongan
Aktivis IPM Kabupaten Minahasa Selatan

MINAHASA (Gawai.co) – Mahasiswa adalah salah satu gelar yang diberikan kepada manusia-manusia yang ada dalam lingkungan kampus.

Kalau kita bicara kampus maka sudah pasti kita bicara tentang kedewasaan berpikir dan kedewasaan kepemimpinan. Semua kedewasaan itu kita dapatkan lewat lingkungan dan organisasi yang ada dalam kampus, entah bersifat internal maupun eksternal.

Berapa hari lalu viral, kasus seorang mahasiswa Universitas Muslim Indonesia yang berada di daratan Pulau Sulawesi, menghembuskan nafas, saat prosesi pengkaderan fakultas, karena mendapat hipotermia, akibat kedinginan.

Ada berapa poin yang ingin saya highlight lewat kejadian ini.

1. Pendewasaan pada dasarnya tidak semua lewat kekerasan, karena kekerasan adalah satu hal yang tidak pantas dan sudah tidak cocok lagi dengan zaman yang sudah maju pesat seperti saat ini, tapi kedewasaan adalah bagimana kita mengisi intelektualitas lewat akal budi dan rasa empati yang tinggi.

2. Mahasiswa sebagai seorang penggerak perubahan, harus punya metodologi yang dinamis (harus menyesuaikan dengan kebutuhan), jangan sampai yang dibutuhkan seorang mahasiswa melalui kepemimpinan dalam diri dan kecakapan teknologi hanya diisi dengan hal-hal yang tidak sesuai, dengan alasan ini sudah menjadi “tradisi” yang sudah berujung pada prinsipil “membudaya” padahal tradisi itu harus mengandung nilai-nilai, mencerdaskan, menajamkan, dan mendewasakan, yang pangkalannya adalah pelajaran. Kalau pelajaran itu diberikan lewat penggodok yang tidak sepadan maka dia akan berimbas buruk.

3. Mental adalah hal yang sangat intim dalam tubuh manusia, yang dia hanya dapat dirasakan oleh dirinya sendiri, yang artinya kalau dengan alasan “penggodokan itu dilakukan untuk membuat mental dan kepercayaan dirinya tumbuh maka itu sangat tidak lah sesuai atau akan mencapai pada titik tak etis, padahal mental itu dapat disalurkan lewat perilaku para senior (tetua-tetua kampus), kalau dalam bahasa agama adalah dakwah Bil Hal, lewat cara kita yang mencontohkan perilaku yang berwibawa, karismatik dan melankolis maka sudah pasti energi positif dari kita akan tersalurkan kepada para mahasiswa baru (junior)

4. Yang terakhir, kita sebagai manusia-manusia Indonesia yang dipercayakan oleh Tuhan, orang tua dan masyarakat untuk menyandang gelar sebagai mahasiswa, maka kita harus revolusioner, dan kita harus mampu membuat konsep yang pas dan dibutuhkan, jangan selalu mengatasnamakan, “tradisi” sehingga kita menelantarkan kebijaksanaan, dan kecerdasan intelektual.

“Manusia-manusia Indonesia adalah manusia yang punya nilai kultural, kemajemukan yang harus kita junjung tinggi lewat modernisasi pikiran dan akal budi”. (Rus)

Respon (1)

  1. Tulisan ini begitu terbakar dengan diksi-diksi yang luar biasa, memaksa diri pembaca semakin dekat dengan persoalan yang disoroti saat ini. Membuat kita seakan perlu melihat kebelakang dengan secara gamblang membuka tabir wajah pendidikan kita apakah sudah sesuai dengan “kon-teks” Pendidikan yang seyogyanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *