SITARO (Gawai.co) – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) resmi membatalkan hasil seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024 bagi puluhan perangkat desa dan kelurahan.
Keputusan ini diambil setelah dilakukan koordinasi dengan Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta disepakati dalam Rapat Dengar Pendapat bersama DPRD Sitaro pada Senin (10/3/2025).
Sekretaris Daerah (Sekda) Sitaro, Denny D Kondoj, menyampaikan permohonan maaf kepada perangkat desa dan kelurahan yang sebelumnya dinyatakan lulus seleksi. Ia menjelaskan bahwa pembatalan dilakukan karena mereka tidak memenuhi syarat sebagai peserta seleksi PPPK.
“Kami mohon maaf, tetapi kami harus mengikuti aturan yang berlaku. Kami telah mengajukan pembatalan hasil seleksi tahap I yang terdiri dari 23 perangkat desa dan 11 perangkat kelurahan, dan tahap II bagi 24 perangkat desa dan kelurahan,” ujarnya.
Menurutnya, pada seleksi administrasi akhir tahap II ditemukan dari hasil verifikasi BKPSDM bahwa terdapat 24 perangkat kampung dan kelurahan yang lulus. Di mana kelulusan itu secara sistem, sehingga BKN meminta lagi Pemerintah Daerah menyurat secara khusus untuk menjadikan mereka dari memenuhi syarat (MS) menjadi tidak memenuhi syarat (TMS).
“Dan kami sudah tindak lanjuti itu,” ungkapnya.
Ia menambahkan, jika pembatalan ini didasarkan pada regulasi yang mengatur bahwa perangkat desa menerima gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga tidak memenuhi kriteria untuk diangkat sebagai PPPK.
Sementara itu, ia menjelaskan bahwa perangkat kelurahan seperti ketua RT dan kepala lingkungan bukan bagian dari tenaga non-ASN di kelurahan, melainkan bagian dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
“Non-ASN di kelurahan itu, seperti operator komputer, karena memiliki status berbeda,” tuturnya.
Kepala BKPSDM Sitaro, Stengly Langi, menyatakan bahwa keputusan ini diambil setelah adanya perbedaan pemahaman mengenai status kepegawaian perangkat desa dan kelurahan dalam seleksi PPPK.
Sebagai tindak lanjut, menurutnya, Panselda akan mengundang perangkat desa dan kelurahan yang telah dinyatakan lulus untuk bertemu pada Senin mendatang.
Dari 172 peserta yang lulus pada tahap satu untuk tenaga teknis, terdapat 17 perangkat desa dan 13 perangkat kelurahan.
“Kami telah memutuskan untuk membatalkan kelulusan mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan pada tahap dua, tidak ada lagi perangkat desa maupun kelurahan yang dinyatakan lulus seleksi,” katanya, dikutip dari media zonautara.com edisi 13 Februari 2024.
Dasar Regulasi Pembatalan
Keputusan ini mengacu pada beberapa regulasi, di antaranya:
• Surat Edaran MenPAN-RB Nomor B/1511/M.SM.01.00/2022 yang menginstruksikan pendataan tenaga non-ASN di lingkungan instansi pemerintah.
• Surat Edaran MenPAN-RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 yang menegaskan bahwa tenaga non-ASN yang berhak mengikuti seleksi PPPK harus menerima gaji dari APBN atau APBD, bukan dari APBDes.
• Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa perangkat desa bukan bagian dari ASN dan tidak berhak mengikuti seleksi PPPK maupun CPNS.
• Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK yang hanya memperbolehkan tenaga honorer atau non-ASN yang bekerja di instansi pemerintah untuk mengikuti seleksi PPPK.
Menurut Sekda dengan dasar regulasi tersebut, bahwa perangkat desa dan kelurahan tidak memenuhi kriteria sebagai tenaga honorer atau non-ASN yang bekerja di instansi pemerintah, sehingga tidak bisa diangkat menjadi PPPK.
Sekda pun berharap kepada masyarakat, terutama perangkat desa dan kelurahan yang terdampak, dapat memahami bahwa keputusan ini diambil berdasarkan regulasi yang berlaku.
Menurutnya, keputusan pembatalan kelulusan perangkat desa dan kelurahan dalam seleksi PPPK ini merupakan langkah penting Pemerintah Daerah untuk menjunjung supremasi hukum dan memastikan kebijakan yang diambil sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Meskipun keputusan ini menimbulkan kekecewaan bagi mereka yang terdampak, namun langkah ini diambil untuk mencegah permasalahan hukum di masa depan. Dengan adanya aturan yang jelas, diharapkan proses seleksi PPPK di masa mendatang dapat berjalan lebih transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tuturnya saat diwawancarai media.
Ia mengatakan jika ke depan, pemerintah daerah berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan terkait pengangkatan pegawai agar sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, serta tetap membuka peluang bagi tenaga kerja yang memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi ASN maupun PPPK secara adil dan transparan.
“Secara pribadi, saya turut prihatin terhadap mereka yang terdampak, tetapi mengikuti aturan sejak awal lebih baik daripada menghadapi konsekuensi hukum di kemudian hari. Jika mereka tetap menerima gaji sebagai PPPK dan nanti ditemukan ketidaksesuaian, maka mereka harus mengembalikan atau mengganti rugi kepada negara,” ucapnya.
Ia pun mengibaratkan bahwa keputusan ini ibaratnya seperti meminum obat yang rasanya pahit, namun tujuannya untuk kesembuhan.
“Keputusan ini ibaratnya seperti meminum obat yang rasanya pahit, namun tujuannya agar sembuh, daripada menikmati sesuatu yang manis sekarang, tapi nantinya akan membawa kesulitan di kemudian hari,” ucapnya lagi.
DPRD Temukan Masalah dalam Rekrutmen PPPK
Sekadar diketahui, masalah ini pertama kali mencuat setelah Wakil Ketua DPRD Sitaro, Alfrets Ronalds Takarendehang, menemukan adanya kejanggalan dalam rekrutmen perangkat desa dan kelurahan dalam seleksi PPPK 2024.
Temuan tersebut mendorong DPRD untuk melakukan kunjungan kerja ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) Manado serta Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan di Kotamobagu guna mencari data pembanding tenaga non-ASN.
DPRD kemudian menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 3 Februari, yang dilanjutkan dengan koordinasi bersama pemerintah daerah ke KemenPAN-RB dan BKN pada 6-7 Februari. Hasil pertemuan tersebut menegaskan bahwa perangkat desa tidak memiliki dasar hukum untuk mengikuti seleksi PPPK.
Ronald menambahkan bahwa seleksi PPPK hanya diperuntukkan bagi tenaga harian lepas (THL) yang menerima honorarium dari APBD dan telah bekerja di instansi pemerintah minimal dua tahun secara berturut-turut.
“Pembiayaan gaji perangkat desa berasal dari APBDes, bukan APBD. Mereka juga memiliki penghasilan tetap (Siltap), bukan honorarium. Dengan demikian, perangkat desa tidak bekerja di instansi pemerintah, melainkan di pemerintahan desa,” tegasnya, dikutip dari zonautara.com
Ronald menegaskan bahwa hal-hal seperti ini harus disikapi dengan serius.
“Prinsip menjunjung tinggi aturan adalah suatu keniscayaan. Sehingga tidak terjadi polemik serupa di masa depan,” tegasnya lagi.(dew)