Tolak Omnibus Law UU Ciptaker, Pendemo dan Polisi Kejar-kejaran

Suasana aksi demo mahasiswa Unima menolak penetapan UU omnibus law ciptaker. (ist)

Editor: Tim Gawai

TONDANO (Gawai.co) – Aksi demonstrasi mahasiswa Universitas Negeri Manado (Unima) mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), untuk mencabut omnibus law undang-undang (UU) cipta kerja (ciptaker) yang disahkan beberapa hari lalu, berlangsung ricuh.
Pasalnya, aksi demo ratusan mahasiswa Unima ini, dihadang oleh aparat kepolisian di kampus Unima, Rabu (7/10).
Claurentinus Resi, salah satu aktivis mahasiswa menjelaskan, aksi massa yang membawa nama Aliansi Perjuangan Rakyat Cabut Omnibus Law (Aparat Cabul) itu rencananya akan membawa aspirasi ke kantor DPRD Minahasa. 
Namun sebelum itu, massa dihadang aparat kepolisian, sehingga aspirasi salah satu tuntutan utama yaitu mendesak pemerintah dan DPR untuk mencabut UU ciptaker yang telah disahkan beberapa hari lalu, tidak sampai di DPRD Minahasa.
Resi yang juga mahasiswa Fakultas Teknik Unima itu menyayangkan tindakan represif yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan. “Kami para mahasiswa juga menyayangkan tindakan aparat Kepolisian Polres Minahasa yang menahan 17 teman kami yang ikut demo,” sesalnya.
Bukan hanya itu, Septian Paat, salah satu mahasiswa menyayangkan sikap oknum aparat kepolisian diduga melakukan pelecehan terhadap perempuan. 
“Saat suasana ricuh, ada teman kami perempuan yang ditangkap dan diduga payudara nya dipukul oleh oknum polisi, sehingga mengalami kesakitan,”  ungkapnya. 
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Manado Citra Tangkudung yang mendampingi para mahasiswa saat diamankan aparat kepolisian mengatakan, akan melaporkan masalah pelecehan ini kepada Polda Sulut.
“YBLH Manado akan laporkan masalah ini di Polda Sulut, terkait korban pelecehan yang dialami salah satu mahasiswa perempuan Unima,” tegasnya.
Bukan hanya itu, pihaknya juga akan melaporkan terkait kekerasan terhadap beberapa mahasiswa yang diduga dilakukan oleh oknum aparat Kepolisian Polres Minahasa.
“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Sehingga tidak terulang lagi kejadian seperti ini, apalagi pelecehan terhadap perempuan,” tandasnya.
Atas kejadian itu, Kapolres Minahasa AKBP Denny Situmorang SIK memfasilitasi para mahasiswa untuk mediasi, dengan menghadirkan Kepala Dinas Tenaga Kerja Minahasa Arody Tangkere dan pihak Unima.  
Kesempatan itu, kapolres menjelaskan beberapa informasi hoax tentang UU Cipta Kerja yang beredar di masyarakat lewat media sosial.
Kadisnaker Minahasa Arody Tangkere menjelaskan beberapa hal penting terkait UU Cipta Kerja yang telah disahkan beberapa hari lalu.
Dijelaskannya, semua tuntutan pekerja/buruh yang disampaikan telah diakomodir dalam UU Cipta Kerja. “Bahkan, ada hak-hak tertentu di UU ini, spesial diberikan penghargaan kepada pekerja,” katanya.
Jadi, lanjut Tangkere, informasi yang beredar selama ini terkait UU Cipta Kerja adalah salah. “Sebenarnya, tuntutan-tuntutan yang selama ini disuarakan oleh pekerja telah diakomodir dalam UU ini,” tukasnya.
Terkait ada beberapa mahasiswa yang diamankan pihak kepolisian, Kabag Humas Unima, Titof Tulaka mengatakan bahwa pihaknya hanya melakukan pendampingan kepada mahasiswa yang masih aktif. “Unima hanya memberikan advokasi kepada mahasiswa yang aktif, bukan yang tidak aktif,” sebutnya.
Soal tuntutan yang disampaikan mahasiswa, pihaknya tidak bisa menjawab akan hal itu. Karena diluar kewenangan Unima. “Jika tuntutan ada keterkaitan dengan Unima, pasti kami akan jawab,” kata Titof.
Kemudian terkait ada beberapa mahasiswa yang mendapat perlakuan tindakan kekerasan dari aparat kepolisian, Titof mengatakan bahwa itu diluar kewenangan Unima. 
“Mereka tidak ada izin menggelar aksi demo, dan tidak menyampaikan kepada Unima, dalam hal ini Pembantu Rektor lll bidang kemahasiswaan. Lagi pula ada beberapa mahasiswa yang kedapatan mabuk saat menggelar aksi,” tandasnya.
Ketika dikonfirmasi soal pengamanan mahasiswa dalam aksi demo tersebut, Kapolres Minahasa AKBP Denny Situmorang menjelaskan, terkait beberapa pemberitaan di medsos itu tidak benar. Semua berawal dari sekumpulan mahasiswa melakukan demo tanpa izin dan melanggar protokol kesehatan penanganan covid 19.
Memang sudah disampaikan kepada mahasiswa bahwa selama beberapa minggu ini pihak kepolisian sedang melakukan upaya pengamanan dalam operasi yustisi, guna menangkal penyebaran covid 19. Kemudian, beberapa kali dilakukan negosiasi bersama mahasiswa, sampai pada pukul 10 tidak ada kemajuan, mahasiswa masih tetap ingin melakukan aksi demo.
Kata kapolres, karena sekelompok mahasiswa ini awalnya tanpa izin dan melanggar protokol kesehatan penanganan covid-19, maka pihak kepolisian harus melakukan tindakan pengamanan. “Sampai jam 12 masih konsolidasi dengan koordinator lapangan dari mahasiswa. Akan tetapi masih saja mau melakukan aksi demo, maka kami harus melakukan pengamanan,” ujarnya.
Pada saat situasi saat itu, ada aksi dorong-mendorong, akhirnya karena situasi makin tidak kondusif maka pihak polres mengamankan para koordinator lapangan untuk dimintai keterangan.
“Sampai sore kami tetap melakukan pengamanan karena memang tidak ada izin dan memang tidak boleh melakukan demo, karena berkaitan dengan protokol kesehatan penanganan covid 19, dan maklumat kapolri,” tuturnya.
“Sudah beberapa kali dilakukan konsolidasi oleh anggota, tapi tetap saja mau gelar demo, maka langkah akhir kami harus lakukan upaya persuasif,” terangnya.
Ketika ditanya soal ada anggota yang melakukan tindakan pelecehan seksual, kapolres membantahnya dengan tegas. “Tidak mungkin anggota saya melakukan tindakan seperti itu, kan situasinya tadi antara mahasiswa dan polisi terjadi dorong-mendorong. Tapi, ada juga beberapa anggota saya yang ditolak-tolak tadi,” urainya.
Belum lagi, video yang beredar di medsos juga sepenggal-sepenggal, jadi tak bisa hanya memutuskannya sepenggal-sepenggal.
Terpantau, kericuhan bermula ketika mahasiswa hendak menggelar aksi demo di gerbang utama kampus Unima. Namun, rencana mereka sudah mendapat informasi dari aparat kepolisian sehingga melakukan barikade di depan gerbang Unima.
Aksi yang melibatkan satusan mahasiswa itu, dimulai pukul 10.00 Wita. Mahasiswa sempat bernegosiasi untuk keluar kampus menyampaikan aspirasi. Namun polisi menghalangi. Dalam kondisi itu, beberapa mahasiswa langsung diamankan. 
Hingga pada pukul 12.00 Wita, terjadi saling dorong antara polisi dan pendemo. Puluhan pendemo berlarian dihajar polisi menggunakan bambu yang merupakan tiang panji-panji yang dibawa berbagai elemen mahasiswa. Para mahasiswa berusaha menghalangi polisi yang hendak menangkap teman mereka.

Kemudian dari pantauan media ini di mapolres Minahasa, mediasi dilakukan oleh kapolres, dan dihadirkan Dinas Tenaga Kerja Minahasa, serta pihak Unima. Setelah melakukan mediasi, mahasiswa yang ditahan dibebaskan, kemudian diantar anggota Polres Minahasa kembali ke kampus, kemudian para mahasiswa pulang ke rumah masing-masing. (Tim Gawai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *