Foto Unima. (ist)
Editor: Tim Gawai
TONDANO – Penggunaan e-voting saat pelaksanaan pemilihan rektor (pilrek) Unima terus menjadi perhatian publik. Jika sebelumnya panitia memastikan keakuratan data dan tidak akan terjadi kecurangan.
Kali ini, Pakar IT Sulut Andria Wahyudi menyebut, tentunya di mana-mana lembaga penyelenggara itu paling tidak harus tervalidasi, tersertifikasi dan kalau bisa mengikuti standarisasi internasional e-voting.
“Paling bagus juga kalau bisa jangan dari lembaga yang sama atau operator/petugas dari dalam kampus tersebut,” ungkap Wahyudi.
Karena, beber Wahyudi, kecenderungan staf bawahan (operator dan lainnya) akan mengikuti arahan yang diatas cukup signifikan. “Menurut saya sebaiknya konsultasi dengan Kemendikbud RI dulu, siapa tahu dari negara punya tools yang tervalidasi,” katanya.
Memang, lanjut dia, tidak ada sistem yang benar-benar aman di dunia ini. Kalau pun membuat sistem sendiri juga boleh, namun harus divalidasi dengan kampus-kampus tetangga biar di kurasi dan di bridge jika ada backdoor dan lainnya.
“Dosen-dosen profesional di kampus tetangga pasti bisa membantu, karena ini problem semua instansi kedepannya. Menurut saya kolaborasi beberapa kampus membuat sistem tervalidasi akan lebih terpercaya dibanding membuat sendiri dan menganggap aman,” jelasnya lagi.
Lebih lanjut dikatakannya, yang paling utama servernya aman dari pihak yang tidak berkepentingan, dan softwarenya harus diawasi oleh tim cyber penegak hukum. “Karena setahu saya kepolisian RI dan Polda Sulut punya tim cyber yang bisa mengawasi dan mengawal segala macam tindakan cyber,” tuturnya.
“Jadi bisa diundang. Kemudian, tim cyber juga ada gabungan dari universitas yang bekerja sama dengan kepolisian RI,” sampainya.
Namun, kata Andria, penggunaan e-voting di masa pandemi covid-19 sekarang ini sangat baik. Kenapa? Karena no physical contact, no crowd, dan hasil pasti akurat.
Namun pada e-voting ini ada beberapa teknik. Pertama, dengan cara DRE, ini langsung di alat layar komputer yang disediakan. Kemudian, kedua, menggunakan BMD, cara ini dicetak kertas, terus diperiksa secara scan komputer dan ketiga dengan sistem EBM, kalau ini dipilih dari mana saja secara online.
“Setiap model ini ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tergantung yang dipakai tipe yang mana,” ujarnya.
Kata dia, kalau dibandingkan dengan manual, pasti kecepatan hasil e-voting hanya hitungan detik saja dibanding manual yang satu per satu perhitungan dan bisa sampai satu hari. Dari sisi akurasi e-voting pasti 100 persen akurat karena tidak ada human error.
Dari sisi kerahasiaan data bisa sangat secure jika dienkripsi, bisa juga kebalikannya kalau programmernya memasang ID yang bisa di trace.
Namun, diingatkannya lagi, hal itu tergantung kredibilitas siapa yang program. Dari sisi biaya sangat low cost untuk skala besar. Bahkan orang cacat bisa custom vote (command suara, sentuhan dan lainnya).
Sementara itu, ketika dimintai keterangan, Ketua Panitia Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Negeri Manado (Unima) Prof DR Ruddy Pakasi mengatakan bahwa pihaknya akan melibatkan pengawas eksternal dalam pemilihan pekan depan.
“Ya, selain diawasi langsung oleh kementerian, kita juga akan melibatkan kepolisian dan kejaksaan untuk mengawasi proses Pilrek yang akan dilaksanakan 19 Agustus mendatang,” kata Pakasi.
Pakasi menjelaskan, Pilrek nanti akan menggunakan sistem digital E-Voting. Dimana, hal itu sudah diputuskan dan disepakati dalam sidang senat sebelumnya. “Saya jamin dalam proses pemilihan hingga rekapitulasi suara tak akan terjadi kecurangan, apalagi permainan antara para calon dan panitia,” sebutnya.
Apalagi kata dia, operatornya sudah menandatangani sumpah, bila melanggar aturan tentu ada sanksi berat. “Saya selaku ketua panitia menegaskan bahwa dalam pelaksanaan Pilrek melalui E-voting nanti tidak akan ada kecurangan,” sebutnya.
Soal keterlibatan Kejaksaan dalam pengawasan Pilrek nanti, Kajari Minahasa Rahmad Taufani Budiman melalui Kasi Intel Noprianto Sihombing mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih menunggu surat dari panitia. “Kita masih menunggu surat dari panitia untuk pendampingan,” kata Sihombing.
Jika sudah ada, lanjut dia, tujuan kejaksaan adalah melakukan pengawalan, pengawasan untuk mencegah tindak pidana secara umum, dan korupsi khususnya. “Dan apabila terjadi kecurangan dalam Pilrek nanti, kita akan langsung serahkan kepada penyidik kepolisian untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Lanjut Sihombing mengatakan, sebelum dilakukan E-Voting, disinilah pihak pengawasan dari eksternal. Baik dari kepolisian maupun kejaksaan untuk menguji sistem kinerja E-Voting itu sendiri.
“Apakah E-Voting tersebut bekerja dengan baik dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum atau tidak? Kemudian apakah sistem E-Voting tersebut bisa dijadikan sarana dalam pemilihan rektor. Maka dari itu perlu adanya pengawalan dan pengawasan,” ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Minahasa AKBP Denny Situmorang menambahkan, jika dalam Pilrek nanti ada indikasi kecurangan, maka pihaknya akan melakukan proses lidik dan sidik. “Yang jelas harus ada pelapor. Kecuali peristiwa langsung diketahui oleh petugas, kemudian langsung diperiksa dan ditindaklanjuti,” sampainya.
Namun begitu, Situmorang mengharapkan pelaksanaan Pilrek nanti bisa berjalan sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku. “Saya berharap pemilihan rektor nanti berjalan dengan baik,” tandasnya. (Tim Gawai)