Kunjungi Minahasa, KPK Beri Pemahaman Sosialisasikan Soal Gratifikasi

Situasi pelaksanaan sosialisasi, bimtek dan monev dari KPK terkait gratifikasi, yang bertempat di Wale Ne Tou. (Foto: Istimewa)

Editor/Pewarta: Maher Kambey

TONDANO (Gawai.co) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) menyebutkan bahwa sejak tahun 2015 sampai tahun 2023, Kabupaten Minahasa tidak ditemukan adanya laporan penolakan atau penerimaan gratifikasi dari pejabat di Minahasa.

“Oleh karena itu kami datang untuk meyakinkan hal tersebut, apakah tidak ada atau tidak tahu atau karena takut,” kata Kasatgas Pengendalian Gratifikasi KPK RI, Sugiarto.

Hal itu disampaikannya saat Bimtek Monev program Pengendalian Gratifikasi di Kabupaten Minahasa, Kamis (16/2/2023) di Wale Ne Tou Tondano.

Sugiarto berujar kegiatan ini adalah momen penting untuk melakukan diskusi, mencari masukan dan saran agar masyarakat maupun pegawai negeri tidak takut untuk menolak dan melaporkan gratifikasi kepada KPK.

“Hal ini juga bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat agar tidak memberikan sesuatu kepada pegawai negeri ataupun penyelenggara negara saat tengah melaksanakan layanan publik maupun pengurusan terkait hak dan kewajiban masyarakat,” jelas Sugiarto.

Bupati Minahasa, Royke Octavian Roring, melalui Asisten III Setdakab Minahasa, Vicky Tanor, berharap kehadiran KPK mampu memberikan edukasi terkait apa itu gratifikasi agar semuanya bisa berjalan sesuai aturan.

Dia menegaskan untuk ASN agar jangan sampai terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan. Menurutnya integritas sebagai pegawai harus tetap terjaga.

“Dibutuhkan terobosan yang positif dalam upaya pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkab Minahasa. Dari yang tidak tahu aturan gratifikasi menjadi tahu aturan tersebut, tuturnya.

Langkah ini juga sebagai salah satu upaya mewujudkan good and clean government atau pemerintah yang bersih dan berwibawa sehingga melayani masyarakat dengan baik.

Lebih lanjut Tanor menjelaskan, gratifikasi umumnya terjadi di bidang pelayanan publik dengan tujuan percepatan pelayanan, atau dalam kaitannya untuk mendapatkan keistimewaan tertentu.

“Gratifikasi dilarang karena mendorong perangkat daerah untuk berlaku tidak objektif, tidak profesional, dan tidak adil. Hal ini tentu merugikan sebagian masyarakat yang memiliki kedudukan sama dengan pemberi gratifikasi,” ucapnya.

Pengendalian gratifikasi secara transparan dan akuntabel akan berdampak pada terbentuknya aparatur pemerintah yang berintegritas, citra positif dan kredibilitas perangkat daerah.

Pada akhirnya masyarakat dapat menikmati layanan publik yang baik, berkualitas, memuaskan karena tidak ada lagi gratifikasi uang pelicin, suap dan lainnya.

“Berharap upaya ini dilakukan secara serius, saya minta seluruh aparatur pemerintah dapat menginformasikan pencegahan gratifikasi ini kepada masyarakat, sehingga masyarakat juga tidak membiasakan diri memberi imbalan kepada aparatur pemerintah,” sampainya.

Sementara itu, Inspektur Kabupaten Minahasa, Maudy Lontaan, menyebutkan bahwa maksud dari kegiatan ini untuk meningkatkan pemahaman tentang gratifikasi melalui bimbingan teknis dan monitoring evaluasi serta meningkatkan pemahaman terkait implementasi pengendalian gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa.

“Tentu ini juga untuk meningkatkan pemahaman bagi ASN dan penyelenggara negara dalam hal pencegahan korupsi dan gratifikasi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa, serta sebagai upaya mewujudkan reformasi birokrasi dan tata kelolaPemerintahan Daerah yang efisien,” tutupnya. (Mhr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *