Pewarta: Rendi Pontoh
Boltara — Di ruang paripurna, Bupati Sirajudin Lasena dan Wakil Bupati Moh Aditya Pontoh, bersama Tiga pimpinan DPRD Boltara. Di hadapan mereka, tumpukan dokumen yang bukan sekadar rutinitas legislasi. Isinya: 23 Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) untuk tahun 2025 yang baru saja disepakati bersama dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda).
“Regulasi adalah bagian dari visi pembangunan daerah,” ujar Sirajudin dalam pidato pembukaannya. Senin, (16/6/25).
Dari 23 Ranperda itu, tiga merupakan regulasi rutin: APBD, APBD Perubahan, dan Laporan Pertanggungjawaban. Selebihnya, memuat arah baru pembangunan Bolmut yang lebih menyeluruh — dari pengelolaan air minum, irigasi, olahraga, hingga perlindungan lahan pertanian.
Namun, dua Ranperda inisiatif DPRD-lah yang mencuri perhatian. Salah satunya mengatur kewajiban ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret untuk menyediakan 30 persen produk lokal. Jika lolos, regulasi ini bisa menjadi “jalan tol” bagi produk-produk UMKM Bolmut masuk ke pasar ritel besar, yang selama ini lebih didominasi oleh brand nasional dan impor.
“Kita tidak ingin pelaku usaha lokal hanya jadi penonton,”kata Lasena.
Bupati Sirajudin pun menegaskan bahwa kehadiran perda tersebut tak sekadar simbol perlindungan UMKM. Lebih dari itu, merupakan strategi ekonomi mikro yang mengakar. “Kami ingin menciptakan ekosistem usaha yang mandiri dan berkelanjutan,” ujarnya.
Regulasi sebagai Visi Jangka Panjang
Daftar Ranperda lainnya menyiratkan arah strategis pembangunan. Ada Ranperda Tata Ruang 2013–2033, yang bakal menjadi panduan utama pembangunan infrastruktur dan permukiman dua dekade ke depan. Ranperda tentang Corporate Social Responsibility (CSR) juga muncul sebagai respon terhadap desakan publik agar perusahaan swasta berkontribusi lebih dari sekadar membayar pajak.
Tak ketinggalan, Ranperda Irigasi dan Lahan Pertanian Berkelanjutan (LP2B)—dua dokumen hukum yang dibutuhkan petani di daerah sentra pertanian seperti Bolmut. Di tengah ancaman alih fungsi lahan dan krisis iklim, dua perda ini bisa menjadi pelindung terakhir bagi sektor pangan daerah.
Namun proses belum selesai. Semua Ranperda masih harus melewati serangkaian pembahasan panjang—dari naskah akademik, uji publik, harmonisasi, hingga pengesahan final. Dan seperti banyak cerita legislasi daerah di tempat lain, godaan stagnasi dan tarik-menarik kepentingan bukan tak mungkin terjadi.
Jalan Panjang ke Arah Kepastian
Meski begitu, Pemda Bolmut tetap optimistis. Menurut Sirajudin, seluruh Ranperda yang diajukan telah melalui sinkronisasi internal dengan perangkat daerah dan mempertimbangkan berbagai aspirasi lapangan. Ia berharap tidak ada keterlambatan dalam tahapan pembahasan, agar semua regulasi bisa berlaku tepat waktu.
“Ini adalah cara kita memberikan kepastian hukum pada masyarakat dan memastikan roda pembangunan tidak jalan di atas ruang abu-abu,” katanya.
Dari seluruh daftar Ranperda itu, paling tidak tampak satu benang merah: Bolmut sedang membangun bukan hanya fisik, tapi juga sistem hukum dan kebijakan yang memayungi masa depan. Bahwa daerah kecil di utara Sulawesi ini sadar, pembangunan tanpa regulasi yang jelas adalah jalan tanpa rambu.
Dan mungkin dari ruang paripurna inilah, satu perubahan perlahan dirajut — dimulai dari pasal demi pasal, untuk rakyat yang lebih pasti. (rp)