Pewarta: Rendi Pontoh
Boltara — Suasana halaman Sekolah Dasar Negeri 2 Sangkub, Jumat pagi (20/6/2025), berbeda dari biasanya. Deretan anak-anak sekolah berdiri berjajar rapi dengan seragam lengkap, tangan mereka menggenggam polybag berisi bibit cabe rawit. Tak jauh dari barisan itu, Bupati Bolaang Mongondow Utara (Boltara) Sirajudin Lasena, bersama Wakil Bupati Moh. Aditya Pontoh, ikut menunduk menanam bibit—memberi contoh bahwa ketahanan pangan bisa dimulai dari tempat yang paling sederhana: sekolah.
Itulah momen pencanangan School Food Care, sebuah inisiatif dalam program Government Care Pemda Boltara yang menggabungkan edukasi, produktivitas, dan ketahanan pangan lokal.
“Menanam itu soal kesadaran. Ini bukan hanya soal rica—tapi tentang hidup yang produktif. Kalau bisa tanam sendiri, kenapa harus beli terus?” kata Bupati Sirajudin, dalam pidatonya usai simbolis penanaman.
Ia mengajak para pendidik untuk tidak hanya menjadi pengajar dalam kelas, tetapi juga pembimbing dalam kehidupan. Menurutnya, pendidikan pangan harus menjadi bagian dari rutinitas belajar. “Edukasi itu bukan cuma lewat buku, tapi juga lewat tangan yang kotor karena tanah,”ujarny
Bupati yang dikenal vokal dalam isu ketahanan pangan ini menyebut, budaya konsumtif harus diubah mulai dari anak-anak. “Minimal bisa dikonsumsi sendiri. Jangan semua serba beli. Rica, tomat, sayur, kalau ditanam di pekarangan sekolah atau rumah, itu sudah jadi kontribusi besar,” tambahnya.
Tujuannya jelas: membiasakan generasi muda untuk tidak alergi pada kegiatan bercocok tanam. Di saat yang sama, pemanfaatan lahan tidur—baik di sekolah maupun lingkungan sekitar—diarahkan menjadi kebun kecil yang produktif.
Di sela kegiatan, para siswa tampak antusias. Beberapa sibuk menggali tanah, sebagian lain menata polybag.
Langkah kecil dari SDN 2 Sangkub ini menjadi simbol upaya besar yang sedang digagas Pemkab Boltara. Di tengah ancaman inflasi dan ketergantungan pangan luar daerah, pemerintah daerah mencoba menjawab dengan pendekatan sederhana: ajari anak-anak menanam.
Dan dari pekarangan sekolah itu, harapan tumbuh—dengan akar yang menghujam tanah dan daun yang menghadap langit. (rp)