Setiap Warga Negara Sama di Mata Hukum

"Di era digitalisasi seperti sekarang lahir fenomena "No Viral No Justice" yang viral terlebih dahulu baru ditindak, kalau tidak viral maka proses hukum tidak akan berjalan. Hal ini lahir dari fenomena hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas," kata lelaki bernama Fredrik Reza Tumbuan ini. (Foto: Istimewa)

Editor/Pewarta: Maher Kambey

BITUNG (Gawai.co) – Penerapan hukum di Indonesia masih belum merata sepenuhnya, di mana keadilan yang seharusnya menjadi nomor satu masih belum bisa diterapkan secara maksimal di negara hukum ini.

Istilah hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas merupakan sindiran atas fakta bahwa keadilan di negeri ini tidak seimbang, lebih tajam menghukum masyarakat kelas menengah ke bawah, tapi tumpul menghukum mereka yang tergolong kelas atas.

“Di era digitalisasi seperti sekarang lahir fenomena “No Viral No Justice” yang viral terlebih dahulu baru ditindak, kalau tidak viral maka proses hukum tidak akan berjalan. Hal ini lahir dari fenomena hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” kata lelaki bernama Fredrik Reza Tumbuan ini.

Reza berujar bahwa Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berperan sebagai social defence atau melindungi masyarakat dari kejahatan dan sebagai penjaga keseimbangan serta keselarasan hidup masyarakat, sudah tidak berfungsi dengan baik.

“Karena pasal-pasal di dalamnya bagi masyarakat kecil ibarat peluru yang menghujam jantung, namun bagi para petinggi hanya bagaikan coretan yang termaktub dalam kitab,” tukas peraih gelar Putra Bitung 2022 ini.

Fakta bahwa lembaga peradilan kini sudah impoten, tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan, dalam hukum humaniter prinsip kemanusiaan itu adalah Asas Equality Before The Law yang merupakan manisfestasi dari Negara Hukum (Rechstaat) sehingga harus ada perlakuan sama bagi semua orang di hadapan hukum (gelijkheid van ieder voor de wet).

Dalam Pasal 27 ayat (1) UUD RI 1945 secara tegas telah memberikan jaminan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

“Pasal ini bermakna bahwa setiap warga negara tanpa melihat apakah dia penduduk asli atau bukan, berasal dari golongan terdidik atau rakyat jelata yang buta huruf, golongan menengah ke atas atau kaum yang bergumul dengan kemiskinan harus dilayani sama di mata hukum,” kata lelaki yang juga atlet Taekwondo ini.

Pemilik akun Instagram @rezatumbuan ini menambahkan, kedudukan berarti setiap warga negara mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum.

“No man above the law, artinya tidak ada keistimewaan yang diberikan oleh hukum pada subjek hukum,” jelasnya saat diwawancarai, Selasa (24/1/2023).

Lebih lanjut lelaki yang hobi membaca buku dan bermain basket ini menyebutkan banyak evaluasi yang harus dilakukan, di samping itu harus ada tindak lanjut secara jelas mengenai penyelewengan hukum yang kian hari kian menjadi-jadi.

Laki-laki kelahiran Bitung, 25 Januari 2001 menuturkan pemerintah perlu mewujudkan hukum yang adil tanpa memandang kelas sosial, dengan membangun budaya dalam lingkungan penegakan hukum berdasarkan pola pikir objektif bukan subjektif.

“Karena baik untuk hukum Indonesia, baik pula untuk bangsanya dan buruk untuk hukum di negeri ini, buruk pula konsekuensi yang akan diterima oleh masayarakat dan negara,” tandasnya. (Mhr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *