Bitung  

Jubir Masyarakat Komponen eks HGU PT Kinaleosan, Beberkan Fakta Peradilan Sengketa Lahan HGU

Jubir Masyarakat Komponen eks HGU PT Kinaleosan, Christian Egam dan background suasana sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen tanah eks HGU PT Kinaleosan yang menyeret salah satu oknum mantan Lurah Girian Indah di PN Bitung. (foto:istimewa)

Editor/Pewarta: Alfondswodi

BITUNG (Gawai.co) – Usai ditetapkannya dakwan terhadap terduga terdakwa mantan Lurah Girian Indah berinisial LS oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang tuntutan yang berlangsung di ruangan sidang Pengadilan Negeri (PN) Bitung, ramai diperbincangkan sejumlah netizen.

Pasalnya, usai pemberitaan disejumlah media, terkait tuntutan terhadap terduga terdakwa LS oleh JPU atas perkara dugaan pemalsuan dokumen tanah eks HGU Kinaleosan, terjadi pro kontra oleh warga netizen.

Bahkan berdasarkan informasi sejumlah warga melayangkan surat terbuka yang ditujukan ke PN Bitung, ditanggapi oleh Juru Bicara (Jubir) Masyarakat Komponen eks HGU PT Kinaleosan, Christian Egam.

Menurutnya, perkara Oknum di PN Bitung, adalah perkara tentang pemalsuan dokumen register tanah atas nama Hasan Saman padahal tanah tersebut adalah hak milik keluarga Batuna.

Adapun gugatan 600 warga yang dikabulkan Mahkamah Agung tidak ada hubungannya dengan SHM keluarga Batuna. Yang dibatalkan adalah 13 Sertifikat, tidak termasuk SHM keluarga Batuna, sebagaimana jelas dicantumkan dalam amar putusan PK.

“Makanya saya tidak habis pikir, dengan pemberitaan media tentang Surat Terbuka yang diajukan ke Pengadilan Negeri Bitung. Kayaknya, Surat Terbuka tersebut salah memilih alasan, atau gagal paham hukum, atau mungkin memang sengaja bertujuan mengaburkan kepastian hukum atas putusan-putusan Pengadilan yang telah inkracht, termasuk putusan PK Mahkamah Agung perkara No. 101 Tahun 2010 yang dimenangkan Masyarakat Komponen,” katanya.

Seraya menegaskan, “Pemberitaan tersebut sangat patut disesali karna Putusan MA nomor 101 Tahun 2010, tidak ada hubungannya dengan SHM keluarga Batuna. Putusan aslinya masih saya simpan,”‘ tegasnya.

Sangat tidak etis menggunakan putusan MA tersebut untuk menganulir atau membatalkan SHM orang yang tidak terkait dengan putusan MA nomor 101 Tahun 2010. Karena dokumen yang dipersoalkan di Pengadilan adalah dokumen yang menimbulkan hak tanah atas nama Hasan Saman padahal tanah tersebut sudah bersertifikat hak milik atas nama keluarga Batuna.

“Perkara pemalsuan dokumen di Pengadilan itu wajar, logis dan memang harus demikian karena ini negara hukum. Harus terang benderang permasalahan di hadapan hukum. Menurut ketentuan UU tanah eks HGU Kinaleosan dari 13 SHM yang dibatalkan oleh putusan PK Mahkamah Agung ini, sejak turunnya putusan PK tersebut, diprioritaskan diberikan hak dari masyarakat yang menggugat. Dan Hasan Saman bukanlah salah satu Penggugat, maka dia tidak ada hak atas tanah eks HGU Kinaleosan. Malah Hasan Saman yang merupakan karyawan PT Kinaleosan adalah penerima kavling yang dibagi-bagi pada tahun 2004 silam.” tegas Egam melalui keterangan tertulis. Senin (20/5/2025).

Ia menjelaskan, permasalahan bermula dari akan berakhirnya masa berlaku HGU PT Kinaleosan pada tahun 2004. Pada tahun 2004 itu, 4 tahun sebelum HGU PT Kinaleosan berakhir, Pemerintah meningkatkan status tanahnya, dengan mengakhiri HGU. Oleh Peraturan Pemerintah (PP) 40 tahun 1999, hak keperdataan PT Kinaleosan dikompensasikan dengan pemberian tanah dalam luasan tertentu kepada PT Kinaleosan, sesuai perhitungan yang dibuat pemerintah mewakili negara.

Selain itu, kata Jubir Masyarakat Komponen eks HGU PT Kinaleosan, Tanah yang diterima PT Kinaleosan, kemudian menjadi beberapa SHM atas nama keluarga Batuna. Selebihnya telah di bagi-bagi kepada banyak pihak, termasuk kepada sebagian warga Girian Indah. Dari pembagian-pembagian tersebut, terdapat 14 SHM di luar pemegang HGU.

“Di sinilah awal dugaan permainan. terbit sertifikat di atas tanah ini, dan setelah kami telusuri, ternyata banyak yang menerima sertifikat adalah kerabat dari kepala BPN Sulut saat itu, bahkan ada yang dari luar Bitung,” jelasnya.

Egam pun membeberkan sejarah singkat perjalanan gugatan, diwaktu itu sebagian penerima sertifikat dari lahan HGU Kinaleosan mendapatkan lahan seluas 5 hektare per orang, bahkan ada yayasan yang menerima hampir 10 hektare. Mengetahui hal ini, masyarakat yang merasa dirugikan menggugat ke PTUN Manado dengan tuntutan pembatalan 14 SHM yang diduga melanggar ketentuan UU.

“Gugatan itu difasilitasi oleh salah satu anggota DPD Sulut saat itu, Aryanti Baramuli, dan didukung oleh 16 pengacara dari IKA PERMAHI Jakarta serta dua pengacara lokal Sulut. Dalam gugatan itu, kami tidak menggugat sertifikat milik dr Batuna karena menurut para pengacara, sebagai pemegang HGU, beliau memang punya hak atas lahan tersebut,” bebernya.

Gugatan masyarakat terhadap 14 SHM dan dibatalkan oleh putusan PK MA ada 13 SHM artinya ada 13 SHM dimenangkan warga komponen di tingkat PK MA. Inkrah!Sehingga sangat jelas, tidak ada hubungan hukum terkait putusan PK Mahkamah Agung dengan SHM keluarga Batuna.

Ia juga menekankan agar masyarakat dan pihak yang mengikuti kasus ini tidak mencampuradukkan sengketa yang sedang disidangkan saat ini dengan status kepemilikan berdasarkan putusan hukum yang telah berkekuatan tetap.

“Harus dibedakan mana perkara pemalsuan dokumen yang sedang disidangkan dan mana tanah-tanah yang sudah diputus oleh PK MA. Ini agar tidak terjadi simpang siur informasi atau bahkan penyesatan warga di tengah publik,” tutupnya. (*/ayw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *