Bitung  

Bertajuk ‘Su,Limang Ghenggonalangi Pebawiahe Mappaduli, Kecamatan Maesa Gelar Adat Tulude

Editor/Pewarta: Alfondswodi

BITUNG (Gawai.co) – Hadir di pagelaran Upacara Adat Tulude, Wali Kota Bitung Maurits Mantiri, apresiasi kepada masyarakat di wilayah Kecamatan Maesa, tentang makna dan pelestarian nilai budaya Nusa Utara. Kamis (2/2/2024).

Diketahui pagelaran Upacara Adat Tulude, Pemerintah Kecamatan Maesa, digelar di Kelurahan Bitung Timur serta dihadiri ratusan masyarakat.

Turut hadir mendampingi Wali Kota Bitung, didampingi oleh Ketua TP PKK Kota Bitung, Rita Mantiri Tangkudung serta Ketua IKKSAT Kota Bitung, Forsman Dandel, Asisten I Setda Kota Bitung, Pdt Robby Kawengian, Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung.

Selain itu hadir pula Camat Maesa, Welmy Kalangit didampingi Ketua TP PKK Kecamatan Maesa, Harisanto Pasa berserta Lurah dan Ketua – Ketua TP PKK Kelurahan se-Kecamatan Maesa.

Camat Maesa Welmy Kalangit, saat dikonfirmasi awak media, mengatakan pagelaran Adat Tulude, merupakan hajatan sakral yang dipercayai masyarakat Nusa Utara yang di dalamnya terdapat berbagai suku.

“Ditahun 2024 saat ini, kami Pemerintahan Kecamatan Maesa, mengusung tema dalam pelaksanaan Upacara Adat Tulude, ‘Su,Limang Ghenggonalangi Pebawiahe Mappaduli’ yang artinya “Di dalam Tangan Tuhan Kehidupan Terpelihara’,” kata Camat Maesa usai pagelaran Upacara Adat Tulude digelar.

Selain itu kata mantan Kabid Kelembagaan Dinas Pariwisata Pemkot Bitung itu pun melanjutkan, sedangkan sub tema di hajatan ini kami (Pemerintahan Kecamatan Maesa.red) mengusung sub-tema; ‘Dalai Tuludeng Dorong, Mapia Pudding Gaghogo’.

“Artinya, yang jahat kita tolak dan yang baik kita tumbuh kembangkan. Ini merupakan bentuk harapan kami Pemerintahan Kecamatan Maesa di tahun 2024 serta memohon perlindungan dan bimbingan dari sang pencipta,” tandasnya.

Hal senada di kalimatkan, Wali Kota Bitung, Maurits Mantiri dalam sambutannya menyampaikan, kata Tulude, berasal dari kata Suhude yang berarti menolak.

“Sehingga perayaaan Upacara Adat Tulude, oleh warga Nusa Utara diimplementasikan sebagai bentuk penolakan dalam artian, menolak, meratapi kehidupan di tahun sebelumnya dan siap menatap kehidupan yang baru,” kata Maurits.

Maurits Mantiri yang diketahui memiliki darah Nusa Utara, pun mengatakan pagelaran Upacara Adat Tulude, saat ini tak hanya dirasakan atau dirayakan oleh masyarakat Nusa Utara, namun sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Kota Bitung pada umumnya.

“Sehingga Upacara Adat Tulude adalah bentuk rasa syukur atas berkat Tuhan yang dilimpahkan kepada kita warga Kota Bitung,” katanya.

Selain itu, kata Maurits, sejatinya seorang Proklamator bung Soekarna, perna mengatakan Budaya adalah suatu nilai yang harus dipertahankan dan terus dilestarikan, karena memiliki berbagai makna dalam mempersatukan rasa nasionalis kita, sebagai Negara Kesatuan Indonesia.

“Budaya yang kita miliki sangat kuat, sehingga budaya ini sering di gaungkan Bapak Soekarno agar dan senantiasa dipertahankan. Karena budaya melambangkan jati diri kita. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mampu bertahan dan beradaptasi,” kata Maurits.

Di penghujung sambutannya, Wali Kota Bitung, menyampaikan di tahun 2024 adalah tahun politik, sehingga kita dituntut untuk saling menjaga etika dalam setiap perjalan kehidupan dalam politik.

“Mari kita saling menghormati sesama kita, walaupun saling berbeda pilihan dan yang terpenting menjaga ucapan yang dapat merugikan orang lain atau kata lain, jangan saling menghujat, apalagi saat ini lagi tren kalimat-kalimat tersebut dilontarkan melalui media sosial. Dan untuk itu mari kita saling menghormati, agar supaya apa yang kita cita-cita’kan bersama dapat mewujudkan dan memajukan Kota Bitung yang kita cintai,” pungkasnya. (ayw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *