Editor/Pewarta: Maher Kambey
MANADO (Gawai.co) – Hari Kartini menjadi salah satu peringatan dan penghormatan atas sosok Raden Ajeng Kartini, atau yang lebih tepatnya Raden Ayu Kartini akan peran dan perjuangannya mengangkat derajat perempuan.
Lebih dari itu, peringatan Hari Kartini juga merupakan momentum para perempuan Indonesia merefleksikan perjuangan mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta pemenuhan hak-hak perempuan.
Meski begitu, dalam mewujudkan kesetaraan perempuan masih banyak tantangan yang ditemui. Tantangan tersebut acap kali datang dari perempuan itu sendiri, salah satunya keberanian untuk berjuang.
“Pada dasarnya untuk memperjuangkan sesuatu, kita harus punya sikap berani dan berkorban. Berkorban pasti selalu tentang waktu, tenaga, dan pikiran. Berani untuk berbicara, bertindak, memimpin dan bertanggungjawab, juga berani menyatakan dan memperbaiki kesalahan. Kalau ini dilaksanakan maka saya yakin hak-hak perempuan akan semakin merdeka di Indonesia,” kata Velis Tasya Sumarauw.
“Sosok R.A Kartini yang telah tiada, tidak menjadikan apa yang diperjuangkannya mati. Banyak hal yang perlu kita lakukan sebagai kartini-kartini di masa kini, salah satunya dengan meraih kesempatan kita sebagai perempuan untuk berkarya,” ujar Milytia Christy Kamu.
“Perempuan juga bisa memperkuat diri dengan terus mengembangkan potensi yang ada di diri kita dan meraih kesuksesan dalam berbagai bidang,” kata Inggrid Manopo, Jumat (21/4/2023).
Senada dengan itu, Claritha Madonsa menambahkan, perempuan harus terus belajar dari hal-hal baru karena dengan begitu bisa memperjuangkan hak-hak perempuan sendiri.
“Kita juga harus berani bermimpi dan mewujudkannya. Apapun yang kita impikan walaupun kita perempuan, pasti bisa diraih selama mau berusaha dan bekerja keras. You can do anything as a women that you want, but you have to take action, dan tetaplah menginspirasi perempuan lain,” sebutnya.
Di samping masalah diatas, perempuan juga kerap kali diperhadapkan dengan rasa insecure yang sering muncul. Akibatnya, banyak hal yang tidak bisa diraih dan dikembangkan.
“Tidak wajar jika terus menerus merasakan insecure, cara saya pribadi untuk mengatasi hal ini adalah dengan tidak membandingkan diri kita dengan orang lain tapi membandingkan diri kita hari ini dengan diri kita kemarin, sehingga saya mulai fokus untuk mengembangkan diri,” kata Mily.
“Kelebihan tidak boleh dipendam atau dikubur serta kekurangan tidak perlu disesali atau ditangisi. Jika itu dilakukan, kita tidak akan insecure lagi karena akan muncul banyak pencapaian yang bisa membuat kita bangga pada diri sendiri namun tetap rendah hati,” ujar Velis.
Menurut Inggrid, memahami dan menerima kekurangan diri sendiri adalah hal utama bagi perempuan sembari fokus pada kelebihan yang dimiliki, dan membangun kepercayaan diri dengan mengambil tindakan positif merupakan caranya mengentaskan perasaan minder.
“Yang selalu saya lakukan adalah fokus pada diri sendiri, karena saya percaya Tuhan sudah memberikan potensi dan keunikan yang berbeda-beda pada setiap perempuan,” sambung Claritha.
Ditengah kondisi bangsa yang berada dalam pusaran arus globalisasi, perempuan Indonesia dituntut harus bisa menjaga jati dirinya agar tetap tampil sebagai insan NKRI yang utuh.
“Memahami nilai-nilai budaya positif dan menghargai keberagaman dalam masyarakat Indonesia, menolak diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan, serta memperkuat keterlibatan dalam kegiatan sosial dan politik yang memperjuangkan hak-hak perempuan,” ungkap Inggrid.
“Tahu dan kenal siapa diri kita dan punya visi untuk bangsa ini. Jika kita sudah tahu jawaban tentang itu percayalah, jati diri perempuan Indonesia yang mungkin semula hilang, akan jungkir balik dan bisa kembali ditemukan,” imbuh Velis.
“Tetap menjadi perempuan berkualitas, yakni berperilaku baik, terus tingkatkan nilai diri kita, punya wawasan yang luas, pemikiran positif, mandiri, dan paling penting perempuan berkualitas itu adalah perempuan yang mampu menahan dirinya dan menghargai sesama,” pungkas Claritha. (Mhr)