Editor/Pewarta: Martsindy Rasuh
TOMOHON (Gawai.co) — Tepat pada Rabu (3/12/2025) menjadi hari yang berbeda di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) UNIMA. Di Ruang Dekan yang sederhana namun hangat, sekitar 30 mahasiswa Program Studi Pendidikan Khusus, termasuk mahasiswa disabilitas—mayoritas tunarungu dan netra—berkumpul dalam sebuah sesi Ngobrol Pinter yang penuh keakraban. Tidak ada jarak, tidak ada sekat. Hanya percakapan dari hati ke hati yang mengalir jujur.
Acara ini digagas langsung oleh Dekan FIPP, Dr. Aldjon Nixon Dapa, M.Pd, seorang akademisi yang sejak lama dikenal dekat dengan isu disabilitas. Pernah memimpin Jurusan dan Prodi Pendidikan Khusus, ia duduk di tengah mahasiswa, mendengar setiap cerita, dan menanggapi setiap pertanyaan dengan mata yang penuh perhatian.

“Hari ini bukan sekadar peringatan. Ini pengingat bahwa kalian adalah bagian penting dari UNIMA,” ujar Dr. Aldjon membuka diskusi.
Turut hadir Wakil Dekan Bidang Akademik dan Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan. Kehadiran pimpinan fakultas lengkap menjadi simbol bahwa kepedulian terhadap mahasiswa disabilitas bukan hanya program, tetapi komitmen bersama.
Percakapan yang Menguatkan
Suasana berubah syahdu ketika beberapa mahasiswa tunanetra menceritakan tantangan mereka selama berkuliah—dari akses bacaan, ruang kuliah, hingga aktivitas kampus yang belum sepenuhnya inklusif. Sementara mahasiswa tunarungu berbagi pengalaman tentang keterbatasan komunikasi dan harapan akan lebih banyak penerjemah bahasa isyarat di kegiatan kampus.
Namun di balik kisah-kisah itu, tersimpan semangat yang tak pernah padam.
Seorang mahasiswa netra berkata pelan:
“Kami mungkin berbeda, tapi kami ingin berjuang bersama teman-teman lain. Kami hanya butuh ruang yang setara.”
Kalimat sederhana itu membuat ruangan hening sejenak—hening yang penuh makna.
Visi Rektor: UNIMA Inklusif untuk Semua
Dalam diskusi, pimpinan fakultas kembali menegaskan arah besar universitas. Sesuai dengan visi dan misi Rektor UNIMA, kampus terus memperkuat komitmen terhadap mahasiswa disabilitas.
Upaya nyata itu sudah terlihat, antara lain:
Beasiswa ADik untuk mahasiswa disabilitas, membantu mereka menempuh pendidikan tanpa terbebani biaya.
Pembuatan ramp dan aksesibilitas fisik di area kantor pusat, sebagai langkah awal menuju lingkungan kampus yang lebih ramah bagi semua.

Pihak fakultas juga menyampaikan bahwa langkah-langkah berikutnya tengah dipersiapkan, termasuk peningkatan layanan akademik dan penguatan kapasitas dosen dalam mengajar mahasiswa berkebutuhan khusus.
Lebih dari Sekadar Acara
Ngobrol Pinter hari itu bukan hanya kegiatan untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional, tetapi menjadi ruang refleksi bahwa inklusi bukan sesuatu yang hanya dibicarakan—melainkan dibangun bersama.
Di akhir kegiatan, Dr. Aldjon menutup dengan pesan yang lembut namun kuat:
“Kalian tidak berjalan sendirian. UNIMA hadir untuk memastikan bahwa setiap mimpi kalian punya tempat untuk tumbuh.”
Para mahasiswa pulang dengan senyum, sebagian sambil menggenggam tangan teman di sebelahnya. Di luar, matahari Tomohon menyambut mereka seolah berkata bahwa hari esok selalu bisa lebih baik—selama ada kepedulian, keberpihakan, dan ruang untuk semua. (Mrt)

















