BITUNG (Gawai.co) – Michael Jacobus SH MH selaku praktisi hukum muda di Kota Bitung, mengkritisi managemen Rumah Sakit (RS) Budi Mulia, diduga telah memperkerjakan oknum dokter “bermasalah” yang telah dengan sengaja memalsukan hasil visum eet repertum.
Michael yang ditemui oleh sejumlah awak media disalah satu cafe diwilayah Kecamatan Madidir – Kota Bitung, menyampaikan alasan kritikannya bukan tak mendasar.
Menurutnya, hasil visum et repertum, yang dikeluarkan oleh salah satu dokter di RS Budi Mulia, sangat janggal dan terungkap di persidangan, namun kata Michael pihaknya telah melayangkan surat permintaan klarifikasi ke pihak RS Budi Mulia hingga tiga kali belum juga direspon.
“Kami telah melayangkan surat permintaan klarifikasi terkait dengan visum et repertum yang dikeluarkan oleh pihak RS Budi Mulia atas nama LR alias Landi, untuk di jelaskan” ungkapnya. Senin (12/07).
Lanjutnya, “Kami hanya minta pejelasan terkait visum yang dikeluarkan tanggal 20 Februari 2020, jangan sampai hal ini terkesan seolah-olah RS Budi Mulia melindungi oknum dokter yang tidak bekerja secara profesional” ungkapnya kembali.
Adapun fakta kejanggalan dalam visum et repertum yang dijadikan dasar proses hukum kepada kliennya, Michael menyampaikan tiga alasan antara lain;
Pertama, kata dia, visum et repertum bermasalah. Karena dalam diagnosa ditulis Luka Gores+Lebam dan Memar, sedangkan kesimpulan dokter, luka-luka disebabkan rudapaksa benda tajam. Pertanyaannya, dapatkah Benda Tajam menyebabkan memar dan bengkak? Sementara dari hasil pemeriksaan saksi bahkan saksi korban tidak ada benda tajam yang dibawa terdakwa.
Kedua, dari semua saksi dijelaskan kalau terdakwa mencekik leher korban. Dan perbuatan kekerasan yang nampak dan sinkron hanya itu, tapi dalam visum tadak ada luka di leher, bahkan tidak ada lebam di leher. Lantas luka di dahi, luka di pelipis, luka di tangan dan di dada, siapa yang sebabkan?
“Sementara penyebab luka tidak terang benderang dalam fakta persidangan. Besar dugaan kami, korban melukai diri sendiri. Apalagi sesuai saksi meringankan yang kami ajukan, saat hari yang sama, saat kejadian ternyata korban datang dan bertemu di Kantor Polisi dalam keadaan aman-aman saja. Baik-baik saja dan tadak terlihat luka. Ini kan aneh?,” katanya.
Ketiga, korban sengaja membuat dirinya tidak bekerja dan seolah-olah terhambat melakukan pekerjaan saat setelah kejadian. Atas dasar korban menyampaikan ijin ke atasannya untuk tadak bekerja, bukan atas dasar keterangan dokter.
“Nah, yang menilai korban sakit parah dan tidak bisa beraktivitas, harusnya dokter bukan diri korban sndiri. Ini kan namanya rekayasa untuk membuat kasus ini terlihat berat,” katanya.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan itu, Michael menyurat ke RS Budi Mulia tapi sampai saat ini tadak ada tanggapan.
“Pihak rumah sakit belum ada tanggapan sama sekali, padahal kami sangat membutuhkan penjelasan resmi terkait hasil visum itu,” katanya.
Sementara itu, upaya konfirmasi ke pihak RS Budi Mulia belum membuahkan hasil. Upaya konformasi via WhatsApp ke Wakil Direktur RS Budi Mulia, dr Henry terkait permintaan klarifikasi Michael tidak direspon.