Editor / Pewarta : Frans Kasumbala
SITARO (Gawai.co) – Kenaikan harga di sejumlah daerah, ikut berdampak di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro). Meski demikian, kenaikan harga di negeri 47 pulau tidak signifikan diungkapkan Wakil Bupati Sitaro Jhon Palandung.
“Kita juga ada inflasi tapi jumlahnya sangat kecil, sehingga masih diterima masyarakat,” kata Palandung usai mengikuti rapat inflasi di media center kantor bupati, bersama Sekda Denny D Kondoj dan Asisten Ekonomi dan pembangunan sekertariat daerah Agus Tony Poputra. Senin (20/02/2023).
Palandung mengaku, kontur wilayah kepulauan dan keadaan tanah menciptakan ketergantungan stok bahan pokok dari luar daerah, menyebabkan Sitaro ikut kena imbas kenaikan harga.
“Bumbu dapur seperti, tomat, bawang dan cabe rawit juga beras itu naik, karena memang kita bukan daerah penghasil dan terus bergantung ke daerah lain, sehingga butuh biaya lebih dari daerah asal sampai kesini (Sitaro) menyebabkan naiknya harga,” ucapnya.
Karena itu, Pemerintah kata Palandung terus mengkampanyekan aksi gesit menanam, dimana masyarakat di ajak untuk memanfaatkan lahan di pekarangan rumah atau lahan tidur lainnya.
“Tujuannya masyarakat akan mandiri secara pangan, mulai dari keluarga masing masing. Meskipun jumlahnya tidak massal tapi bisa mengurangi biaya kebutuhan sehari hari,” imbaunya.
Ditemui di tempat berbeda, Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Sitaro Richard Sasombo menjelaskan hingga saat ini kebutuhan akan bumbu dapur masih tinggi.
Dimana, data luas panen dan produksi cabe rawit, tomat dan bawang merah sangat kurang.
Untuk luas panen empat tahun terkahir khusus cabe rawait pada tahun 2019 hanya 19 ha, dengan jumlah produksi 306 kwintal.
Untuk tahun 2020 luas panen naik 20 ha, dengan jumlah produksi turun 251 kwintal dan di 2021 naik signifikan untuk luas panen 83,1 ha dan namun jumlah produksi justru turun lagi 118,1 kwintal.
Sementara tahun 2022 turun lagi 44,4 ha saja dan jumlah produksi hanya 81,1 kwintal.
Sedangkan, untuk tanaman tomat luas panen pada tahun 2019 ditemukan 4 ha saja dengan nilai produksi 17 kwintal, di tahun 2020 naik 6 ha dengan jumlah produksi 58 kwintal.
Dan di tahun 2021 turun lagi 5,5 ha dengan jumlaj produksi 20,8 kwintal, kemudian di tahun 2022 turun lagi 0,1 ha, dengan jumlah produksi 10 kwintal saja.
Data yang mengkhawatirkan untuk tanaman bawang merah luas panen hanya pernah ada pada tahun 2020 selama empat tahun terakhir, dengan sejumlah 1 ha saja, dan jumlah produksi 4 kwintal saja.
“Ini yang menyebabkan harga jual kita tinggi di pasaran,” jelas Sasombo. (Frans)