SITARO (Gawai.co) – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) bergerak cepat merespons program bantuan bibit pala dari Kementerian Pertanian RI yang akan dilaksanakan pada 2026.
Sebanyak 300 hektar lahan akan mendapatkan bantuan bibit pala dan dukungan biaya operasional, dengan fokus pada rehabilitasi tanaman tua dan rusak. Program ini merupakan bagian dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor pertanian yang disampaikan langsung oleh Pelaksana Tugas Dirjen Perkebunan, Dr. Abdul Roni Angkat, saat pertemuan dengan Bupati Sitaro, Chyntia Ingrid Kalangit, di Jakarta baru-baru ini.
“Fokus program bukan perluasan lahan, karena kondisi geografis Sitaro memang terbatas. Solusinya adalah merehabilitasi tanaman pala yang sudah tidak produktif. Ini menjadi peluang besar untuk meningkatkan kembali produksi pala di daerah,” ungkap Bupati Chyntia, Jumat(15/7/2025).
Menurutnya, program ini akan berlanjut hingga 2027 dengan tambahan 200 hektar. Untuk memastikan bantuan tepat sasaran, Pemkab Sitaro kini mempercepat pendataan melalui pemetaan lahan berbasis titik koordinat dan pengelompokan petani penerima manfaat.
“Olehnya sepulang dari kementerian, kami langsung maraton turun lapangan memastikan sejauh mana progres di Dinas Pertanian. Ini penting agar semua bantuan bisa terdistribusi dengan akurat,” jelasnya.
Pala menjadi salah satu komoditas unggulan di Sitaro, selain kelapa. Namun, banyak lahan perkebunan pala di wilayah ini sudah tua dan kurang produktif, sehingga revitalisasi menjadi kebutuhan mendesak.
Kehadiran program ini tentu sangat dinantikan oleh para petani pala, karena tidak hanya menyediakan bibit baru, tetapi juga dukungan biaya operasional. Meski begitu, sejumlah tantangan masih menghadang pelaksanaan program, terutama terkait distribusi bantuan ke wilayah kepulauan terpencil serta keterbatasan jumlah tenaga penyuluh pertanian di lapangan.
“Karena itu, sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan kelompok tani menjadi kunci utama keberhasilan program ini,” harapnya.
Dengan kualitas pala Sitaro yang telah menembus pasar ekspor, program ini tidak hanya menjadi upaya penyelamatan komoditas unggulan daerah, tetapi juga simbol pemulihan ekonomi bagi para petani lokal. Bibit baru ini diharapkan menjadi langkah awal menuju pertanian yang lebih berkelanjutan dan menyejahterakan. (dew)

















