Editor: Maher Kambey
Pewarta: Michelle de Jonker
MANADO (Gawai.co) – Kota Manado dan Kota Kotamobagu sebagai dua kota pencatatan IHK di Sulawesi Utara, tercatat deflasi masing-masing sebesar -0,12% (mtm) dan -0,21% (mtm) pada bulan Oktober 2022.
Secara tahunan, inflasi Kota Manado tercatat sebesar 4,65% (yoy), dan Kota Kotamobagu sebesar 5,22% (yoy), lebih rendah dari inflasi tahunan bulan sebelumnya.
Pergerakan harga dari kelompok bahan makanan bergejolak yang melanjutkan tren penurunan dari bulan sebelumnya menjadi penyebab deflasi terjadi di kedua kota.
Sementara itu dari komponen harga yang diatur pemerintah (administered price), harga bensin masih tercatat inflasi meski lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Deflasi di Kota Manado tercatat sebesar -0,12% (mtm) yang terutama didorong oleh Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan andil -0,32% (mtm).
Dari kelompok tersebut, komoditas yang mendorong deflasi adalah cabai rawit dengan andil -0,10% (mtm), ikan cakalang, deho, dan malalugis dengan total andil -0,13% (mtm), dan tomat dengan andil -0,04%(mtm).
Hal tersebut sejalan dengan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia, yang menunjukkan harga cabai rawit tercatat menurun karena meningkatnya stok cabai rawit asal Gorontalo, Palu, dan cabai rawit lokal.
Sementara itu, Kelompok Transportasi menahan deflasi Manado lebih lanjut dengan memberikan tekanan inflasi sebesar 0,16%(mtm). Hal ini merupakan dampak lanjutan dari penyesuaian harga komoditas bensin di awal September 2022,yang memberikan tekanan inflasi 0,06% (mtm).
Di samping itu, komoditas angkutan laut dan angkutan udara juga memberikan tekanan inflasi masing-masing sebesar 0,05% (mtm) dan 0,03% (mtm).
Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Utara No.302 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Tarif Dasar Penumpang Angkutan Laut dengan Kapal Lokal yang Beroperasi dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Utara,peningkatan tarif angkutan laut ditetapkan sebesar 26,18%.
Hal yang sama terjadi di Kota Kotamobagu yang mengalami deflasi -0,21% (mtm), Kelompok Makanan,Minuman, dan Tembakau memberikan andil deflasi -0,25% (mtm), sementara Kelompok Transportasi menjadi faktor pendorong inflasi dengan andil 0,08% (mtm).
Komoditas bawang merah mengalami deflasi dengan andil -0,13% (mtm), daun bawang dengan andil -0,12% (mtm), minyak goreng dengan andil -0,10% (mtm), cabai rawit dengan andil -0,06% (mtm), dan telur ayam dengan andil -0,04% (mtm).
Deflasi tersebut terjadi karena stok bawang merah tercatat meningkat karena masuknya pasokan dari Bima (NTB) dan Enrekang (Sulsel) dan meningkatnya produksi cabai rawit lokal dari Modayag dan Modoinding.
Di sisi lain,komoditas cakalang diawetkan dan beras mengalami peningkatan harga, di samping Kelompok Transportasi melalui komoditas bensin yang memberikan tekanan inflasi dengan andil 0,08%(mtm).
Pada bulan November 2022, peningkatan permintaan masyarakat menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal berpotensi mendorong tekanan inflasi, di samping adanya normalisasi harga komoditas strategis seperti bawang merah dan cabai rawit seiring dengan telah selesainya masa panen raya di berbagai sentra pemasok.
Namun demikian, normalisasi peningkatan harga bensin yang telah terjadi selama 2 bulan diperkirakan menahan laju inflasi lebih lanjut.
Mempertimbangkan perkembangan tingkat inflasi terkini dan berbagai risiko ke depan, Andry Prasmuko sebagai Kepala Perwakilan wilayah Bank Indonesia di Provinsi Sulawesi Utara.
“Memperkirakan tekanan inflasi Sulawesi Utara meningkat dan berada pada kisaran batas atas sasaran 3±1% (yoy)”, tegasnya.
“Meski demikian, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara terus berkomitmen untuk menggaungkan semangat penguatan sinergi dalam mengendalikan laju inflasi, terutama menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional(HBKN) Natal dan Tahun Baru yang berpotensi meningkatkan permintaan masyarakat”, terang Andry Prasmuko.
“Selain itu, melanjutkan upaya dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan,” pungkasnya. (MdJ)