Pewarta: Rendi Pontoh
Boltara – Harapan yang datang dari upaya serius Komisi III DPRD Bolaang Mongondow Utara (Boltara), menggelar kunjungan kerja ke Balai Wilayah Sungai Sulawesi I di Manado. Misi mereka sederhana, namun penting: memperjuangkan suara para nelayan. Jumat, (13/6/25) kemarin.
Sejak lama, para nelayan Batu Pinagut mengeluhkan fungsi tambatan perahu yang hanya membentang sepanjang 50 meter. Di saat air laut surut, tambatan itu nyaris tak berguna. Perahu-perahu kecil terpaksa dibiarkan terombang-ambing jauh dari bibir pantai, tak jarang menyulitkan aktivitas melaut yang menjadi tulang punggung ekonomi mereka.
Mendengar keluhan itu, Fikri Gam, Sekretaris Komisi III DPRD Boltara, tak tinggal diam. Bersama Anggota lainya—Meidi Pontoh, Adriansyah S. Pakaya, dan Donal Lamunte—mereka mengemas aspirasi itu dalam sebuah agenda penting: konsultasi langsung ke Balai Sungai.
“Alhamdulillah, perjuangan ini membuahkan hasil. Pembangunan tambatan perahu yang sebelumnya hanya 50 meter kini ditambah 20 meter lagi, menjadi 70 meter. Ini bukan angka semata, tapi wujud dari kepedulian terhadap nasib nelayan kita,” kata Fikri Politisi PAN kepada media ini Minggu (15/6/25).
Yang menarik, kunjungan ini sejatinya bukan bagian dari agenda awal. Menurut Meidi Pontoh, mereka seharusnya melakukan kunjungan kerja ke DPRD Minahasa Selatan untuk berdiskusi soal fungsi dan kewenangan legislatif dalam penyusunan APBD-P. Namun, karena tak ada pejabat yang bisa ditemui di sana, mereka memutuskan untuk langsung menuju Balai Wilayah Sungai Sulawesi I.
“Keputusan mendadak ini justru jadi berkah. Kami akhirnya bisa menyampaikan langsung kegelisahan masyarakat pesisir Boltara khususnya Nelayan, dan alhamdulillah ditanggapi dengan baik,” ujar Pontoh.
Tambahan volume pembangunan ini, meski terlihat sederhana, diyakini akan membawa dampak besar. Bagi nelayan, 20 meter tambahan bukan sekadar angka—itu berarti perahu yang lebih aman, akses yang lebih mudah, dan penghidupan yang lebih layak.
“Tambatan 70 meter akan jauh lebih efektif. Saat air surut, nelayan masih bisa sandar tanpa harus menunggu pasang. Ini akan sangat membantu dalam kegiatan ekonomi mereka sehari-hari. Selain tambatan perahu, ada ketambahan jogging track di sepanjang pembaangunan tanggul tahap II ini, ” tambah Fikri.
Langkah Komisi III ini menjadi contoh konkret bagaimana sinergi antara wakil rakyat dan institusi teknis bisa benar-benar menyentuh akar persoalan di lapangan. Di tengah segala dinamika politik dan pembangunan, suara rakyat masih bisa bergema—asal ada kemauan untuk mendengarkan dan keberanian untuk bertindak.
Kini, di sepanjang bibir Pantai Batu Pinagut, para nelayan boleh sedikit tersenyum. Tambatan baru sedang dibangun, dan lebih dari itu, mereka tahu bahwa suara mereka tidak jatuh di laut yang sunyi. (rp)

















