Bitung  

Fenomena ‘Kutu Loncat’ Jelang Pilkada Bitung, Jerry: Jauh Dari Standar Moral Etik Politik

Pengamat Politik Nasional, Jerry Sumampouw saat diwawancarai sejumlah awak media, terkait tanggapan dinamika politik jelang Pilkada di Kota Bitung. (foto:istimewa)

Editor/Pewarta: Alfondswodi

BITUNG (Gawai.co) – Jelang Pilkada serentak 2024 pada November mendatang menghantam pertumbuhan dinamika politik disejumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia.

Dimana fenomena jelang Pilkada sejumlah politisi kerap pindah Partai Politik (Parpol), bahkan di Kota Bitung satu-satunya daerah yang kerap memiliki politisi yang gemar pindah Parpol layaknya ‘kutu loncat’.

Bahkan di Kota Bitung praktik ‘kutu loncat’ masif terjadi, sebagai bagian tarik menarik kepentingan antar Parpol ataupun para politisi untuk mendapatkan grand tiket ke Pilkada serentak 2024.

Salah satunya, Politisi handal asal Kota Cakalang yang saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bitung yang diusung Parpol PDI Perjuangan, kini telah mengantongi 4 Kartu Tanda Anggota (KTA) Parpol.

Adapun keempat KTA Parpol, yang dimiliki pria bakal menjadi rival Politik sang patahana Maurits Mantiri yang merupakan Wali Kota Bitung, yaitu; PDI Perjuangan, Demokrat, Gerindra dan terakhir Partai NasDem.

Dinamika politik jelang Pilkada serentak 2024 serta fenomena ‘kutu loncat’, mendapat perhatian serius salah satu pengamat politik nasional, Jerry Sumampouw saat bersua dengan sejumlah awak media.

Jerry Sumampouw menjelaskan, politisi pindah dari satu partai ke partai yang lain merupakan suatu fenomena yang sejak lama sudah terjadi.

“Sudah banyak yang mengkritik terkait dengan sifatnya etik dan moralitas. Dari sisi hukum, tidak ada masalah. Karena pencalonan politisi itu diusung oleh partai politik. Sejauh partai menerima, hal tersebut sesuatu yang legal,” katanya. Jumat (26/7/2024).

Tetapi, kalau melihat dari sisi etik dan moralitas, beber Jerry, ini menjadi persoalan. Meskipun, katanya, Pilkada itu ada pasangan calon, tapi selalu ada konteks ideologi partai politik.

“Ideologi partai ini penting. Kalau dalam pencalonan nanti menang bisa menjadi sandaran politisi dalam hal melaksanakan program-program,” katanya, sembari mengatakan dengan nada sedikit pesimis, calon-calon hasil dari ‘kutu loncat’ tidak mungkin mampu menjalankan program sebagai pemimpin.

Ia menyatakan, adanya fenomena politisi ‘kutu loncat’ juga tidak terlepas dari standar moral etik partai politik yang terbilang rentan.

“Masalah kita juga ada pada standar moral etik partai politik. Semestinya partai menolak politisi kutu loncat. Dan lebih memilih kadernya untuk dicalonkan karena sudah berjuang berdarah-darah membesarkan partai,” jelasnya.

Jerry menambahkan, adanya fenomena politisi kutu loncat sangat rentan menimbulkan konflik di internal partai politik.

“Fenomena seperti itu potensi menimbulkan gejolak di partai. Karena ada orang-orang yang terbilang sudah lama mengurus partai tiba-tiba dikalahkan oleh orang-orang tertentu dengan tolok ukur yang bersangkutan memiliki nilai materi lebih banyak dari yang lain,” tambah Jerry.

Disamping hal tersebut, mantan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat ini mengingatkan kepada masyarakat agar lebih paham dinamika fenomena politisi kutu loncat. Ia berharap masyarakat punya pertimbangan memilih politisi kutu loncat atau tidak.

“Jadi saat ini kita harus secara bersama-sama mengajak masyarakat untuk mengkritisi kalau bisa memberi sanksi atau seperti hukuman kepada calon yang punya perilaku dan karakteristik kutu loncat,” tegas Jerry.

Ia juga mengaku, banyak hal yang perlu benahi kalau bicara tentang etik dan moralitas. Mulai dari calonnya, partai politik dan masyarakat.

“Calonya harus perkuat integritas, parti politik juga menjunjung tinggi standar etika dan moralitas serta masyarakat yang perlu didorong agar lebih kritis terhadap para calon kutu loncat,” tukasnya. (*/ayw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *