Editor/Pewarta: Alfondswodi
BITUNG (Gawai.co) – Diduga lakukan reklamasi tanpa izin, Forum Perjuangan Agraria Masyarakat (FPAM) Paputungan, lakukan aduan ke lembaga pemerintahan yang terkait. Selasa (22/07/2025).
Diketahui FPAM Paputungan, dikesempatan itu mendatangi Kantor Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung, mewakili warga Desa Paputungan, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara.
Kedatangan FPAM Paputungan, ke Kantor PSDKP Bitung, guna tindak-lanjut atas dugaan praktik reklamasi tanpa izin, yang telah merusak sejumlah wilayah terumbu karang dan kawasan mangrove serta adanya praktek mafia pertanahan.
Dalam aduannya, FPAM Paputungan menyoroti dampak devastatif dari kegiatan reklamasi pantai yang disinyalir tidak memiliki izin resmi.
“Kami melihat langsung bagaimana pantai kami direklamasi tanpa prosedur yang jelas. Ini bukan hanya merusak estetika, tapi juga menghancurkan ekosistem pesisir yang menjadi tulang punggung kehidupan kami,” ungkap salah satu perwakilan FPAM dalam keterangan tertulisnya, Rabu 23 Juli 2025.
Selain itu, mereka juga melaporkan adanya pengrusakan masif terhadap terumbu karang yang merupakan habitat penting bagi berbagai jenis ikan dan biota laut. Kawasan mangrove, yang berfungsi sebagai benteng alami dari abrasi dan gelombang pasang, juga tak luput dari perusakan.
“Terumbu karang dan mangrove adalah jantung kehidupan laut kami. Perusakan ini sama saja dengan merampas mata pencarian nelayan dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup kami,” tambah perwakilan tersebut.
Dampak jangka panjang dari kerusakan ini dikhawatirkan akan mempengaruhi ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat Desa Paputungan.
Isu Mafia Tanah yang Meresahkan Yang lebih meresahkan, FPAM Paputungan juga menduga adanya praktik mafia tanah di Minahasa Utara yang terlibat dalam kegiatan ilegal ini.
Mereka mengindikasikan adanya upaya penyerobotan atau penguasaan lahan secara tidak sah yang berkaitan dengan proyek-proyek pembangunan atau investasi.
“Kami mencium gelagat adanya mafia tanah yang bermain di balik layar, memanfaatkan celah hukum dan kekuatan untuk menguasai tanah-tanah produktif milik warga atau kawasan lindung,” ujar perwakilan FPAM.
Aduan ini diharapkan dapat mendorong penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang berpotensi merugikan masyarakat dan negara.
Dengan pengaduan ini, FPAM Paputungan berharap pemerintah dan aparat penegak hukum dapat segera melakukan investigasi menyeluruh dan mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku.
Mereka menuntut penghentian segera seluruh aktivitas reklamasi pantai, perusakan terumbu karang, dan mangrove yang tidak berizin. Penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan praktik mafia tanah.
Restorasi dan pemulihan kembali ekosistem pesisir yang telah rusak. Dan perlindungan hak-hak agraria masyarakat lokal dari ancaman penyerobotan dan penggusuran. Masyarakat Desa Paputungan menyatakan kesiapannya untuk berjuang hingga keadilan ditegakkan dan lingkungan serta hak-hak mereka terlindungi.
Menindaklanjuti surat Forum Perjuangan Agraria Masyarakat Paputungan yang ditujukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Kepala Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung, Kurniawan membeberkan tindaklanjut atas aduan tersebut.
Pihak Polisi Khusus (Polsus) PW3K Pangkalan PSDKP Bitung telah melakukan inspeksi lapangan pada tanggal 10 Januari 2025 dengan hasil menyatakan bahwa PT Bhineka Mancawisata melakukan pembangunan kawasan wisata Likupang Family Hotel untuk menunjang Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Likupang.
Selain itu, seluruh fasilitas pendukung yang telah dibangun oleh perusahaan tersebut sudah melengkapi seluruh dokumen yang dibutuhkan. Termasuk izin Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut (PPRL) dan izin reklamasi. (*/ayw)

















