Editor/Pewarta: Martsindy Rasuh
LANGOWAN (Gawai.co) – Ruang guru SMK Negeri 1 Langowan tampak berbeda dari biasanya pada Rabu (17/9/2025). Para guru duduk berhadapan dengan laptop, alat peraga, dan modul pembelajaran.
Mereka bukan sedang mengajar, melainkan menjadi peserta Workshop Penerapan Teknologi Tepat Guna dan Alat Peraga Kontekstual, sebuah kegiatan yang digelar dalam rangkaian Program Pemberdayaan Kelompok Guru SMK Negeri 1 Langowan Melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna dan Alat Peraga Kontekstual.
Program ini mendapat dukungan pendanaan dari BOPTN Pusat DRTPM Kemdiktisaintek dan menjadi bagian dari skema Pemberdayaan Berbasis Kemasyarakatan melalui Program Kemitraan Masyarakat (PKM).

Workshop tersebut bukanlah kegiatan perdana. Sebelumnya, tim pelaksana telah melaksanakan sosialisasi program kepada guru dan staf sekolah, sekaligus melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Dari hasil identifikasi itulah, tim mendapati masih banyak guru yang mengandalkan metode konvensional tanpa bantuan teknologi maupun alat peraga. Hal ini berdampak pada rendahnya interaksi siswa dengan materi pelajaran, khususnya matematika, yang kerap dianggap sulit dan abstrak.
Di hadapan para guru, dua narasumber berpengalaman dihadirkan. Dr. Navel O. Mangelep, S.Pd., M.Pd., ahli media kontekstual yang dikenal dengan riset-risetnya tentang pembelajaran matematika berbasis budaya lokal, menekankan pentingnya pendekatan kontekstual dalam kelas.
“Matematika tidak boleh berhenti di angka dan simbol. Ia harus dekat dengan kehidupan siswa. Dengan alat peraga yang tepat, konsep yang abstrak bisa menjadi nyata,” ujarnya disambut anggukan para peserta.
Sementara itu, Nita Anggraini, S.Si., M.Si., pakar teknologi tepat guna, memperlihatkan bagaimana aplikasi pembelajaran seperti GeoGebra mampu memvisualisasikan konsep geometri yang sulit dijelaskan hanya dengan papan tulis.

“Teknologi ini bukan untuk menggantikan guru, tetapi untuk memperkuat peran guru. Justru dengan teknologi, guru bisa menghadirkan pengalaman belajar yang lebih menarik dan interaktif,” katanya.
Kehadiran dua narasumber ini membuka ruang dialog produktif. Para guru tidak hanya mendengarkan, tetapi juga diajak langsung mempraktikkan cara menggunakan aplikasi maupun merancang alat peraga sederhana.
Seorang guru peserta, Lidianty Pajow, S.Pd., mengaku pengalaman ini menjadi titik balik dalam cara pandangnya terhadap pembelajaran. “Selama ini saya berpikir teknologi itu rumit dan hanya bisa digunakan oleh anak-anak muda. Ternyata, dengan bimbingan yang tepat, kami juga bisa. Saya yakin ini akan sangat membantu siswa kami memahami pelajaran,” tuturnya penuh semangat.
Acara ini juga dihadiri Ketua Jurusan Matematika UNIMA, Dra. Vivian E. Regar, M.Si., yang sekaligus melakukan penandatanganan kerja sama bidang pengabdian masyarakat antara jurusan yang dipimpinnya dengan SMK Negeri 1 Langowan.
Menurutnya, kolaborasi antara perguruan tinggi dan sekolah menengah menjadi kunci dalam memperkuat kualitas pendidikan. “Kami ingin memastikan bahwa program ini tidak berhenti di satu kali pelatihan. Akan ada pendampingan dan keberlanjutan, sehingga guru betul-betul terampil menggunakan teknologi dan alat peraga dalam jangka panjang,” tegasnya.
Program ini sendiri merupakan hasil kerja sama antara Universitas Negeri Manado dan Universitas Katolik De La Salle Manado, dengan dukungan penuh tim pelaksana yang diketuai oleh Dr. R. J. Pulukadang, M.Pd., bersama Drs. Ontang Manurung, M.Pd., dan Eunike Mandolang, S.Pd., M.Pd. Mereka melibatkan pula mahasiswa sebagai tim pendukung di lapangan.
Lebih jauh, kegiatan ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) khususnya pada poin 4 tentang pendidikan berkualitas, sekaligus mendukung pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) di bidang pendidikan tinggi. Dengan adanya pelatihan ini, para guru diharapkan tidak lagi terpaku pada metode ceramah satu arah, melainkan mampu mengajak siswa belajar secara interaktif, aplikatif, dan dekat dengan dunia nyata.
Seorang guru lainnya, Syalom Saerang, S.Pd., M.Pd., menambahkan, selama ini siswa kami sering kehilangan motivasi karena merasa matematika itu menakutkan. “Setelah ikut pelatihan ini, saya jadi punya ide baru bagaimana membuat materi lebih sederhana, bahkan menyenangkan. Saya percaya ini bisa mengubah cara anak-anak kami melihat matematika,” katanya.
Kepala SMK Negeri 1 Langowan selaku ketua kelompok guru yang menjadi mitra, Hartini Ngadiorejo, S.Pd., M.Pd., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi tinggi atas terselenggaranya kegiatan ini. Ia menegaskan bahwa pengembangan kapasitas guru merupakan investasi jangka panjang bagi sekolah.

“Kami merasa terhormat menjadi mitra pengabdian ini. Guru-guru kami membutuhkan pendampingan nyata seperti ini agar bisa menghadirkan pembelajaran yang lebih bermakna. Saya yakin, dengan kerja sama yang baik antara sekolah dan perguruan tinggi, kualitas pendidikan di SMK Negeri 1 Langowan akan semakin meningkat,” ujarnya.
Workshop di SMK Negeri 1 Langowan ini akhirnya bukan hanya sekadar pelatihan teknis, melainkan momentum perubahan paradigma. Guru diberi bekal, sekolah mendapat mitra strategis, dan siswa akan menuai manfaat dari pembelajaran yang lebih hidup.
Program ini membuktikan bahwa ketika sekolah dan perguruan tinggi berjalan beriringan, pendidikan di daerah bisa melangkah lebih jauh, menjawab tantangan zaman dengan inovasi dan keberpihakan pada kualitas. (Mrt)

















