Health Tourism, Quo Vadis? Begini Kata Dokter Enriko

dr. Enriko Rawung. (Foto: Ist)

Editor: Martsindy Rasuh
Penulis: dr. Enriko H. Rawung, MARS Pemerhati Health Tourism, Founders North Sulawesi Health Tourism (NSHT)

MANADO (Gawai.co) – Saya memberi judul di atas dalam konteks di Indonesia. Akhir-akhir ini isu health tourism selalu menjadi topik hangat. Presiden Jokowi berkali-kali mengangkat isu health tourism, bahkan kalau melihat kalimatnya berikut ini beliau sedikit kesal dengan perkembangan health tourism di Indonesia.

“Ini bolak-balik saya sampaikan satu juta lebih WN kita, Indonesia, berobat keluar negeri. Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Eropa, Amerika. Dan kita kehilangan 11,5 miliar dollar AS, kalau dirupiahkan Rp180 triliun,” kata Jokowi dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional Tahun 2024 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Rabu (24/4/2024).

Presiden kita gelisah dengan kehilangan devisa sebesar Rp180 triliun setiap tahun dan menginginkan ada upaya sistematis di dalam negeri untuk mencegah hal tersebut.

Satu juta WNI ke luar negeri setiap tahun, jika dirata-ratakan setiap bulan adalah sekitar 83 ribuan orang setiap bulan, sebuah angka yang besar. Kita bisa membayangkan berapa jumlah pesawat yang digunakan untuk mengangkut orang-orang dengan jumlah tersebut. Berdasarkan definisi health tourism adalah perjalanan wisata dari suatu daerah atau negara ke daerah atau negara lain untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan durasi waktu tertentu.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan health tourism sebagai program strategis nasional. Adapun frameworknya adalah dengan membagi health tourism menjadi dua bagian, yaitu medical tourism dan wellness tourism.

Medical tourism mencakup wisata dengan menikmati layanan medis di rumah sakit di luar negeri. Wellness tourism mencakup wisata kebugaran dan herbal. Untuk tulisan kali ini saya belum akan membahas banyak tentang ini dan fokus pada medical tourism.

Dalam konteks health tourism, ada sembilan layanan yang banyak dicari oleh masyarakat Indonesia di luar negeri yaitu bedah kosmetik, oncology, ortopedi, perawatan gigi, operasi tulang belakang, oftamologi, operasi penurunan berat badan, cardiologi dan medical check up.

Pertanyaan selanjutnya sangat menarik, bagaimana caranya agar kita bisa unggul pada sembilan layanan yang saya sebutkan di atas agar supaya bisa “menahan” WNI kita tidak perlu berobat ke LN ?
Menjawabnya bukanlah hal yang mudah, perlu kerja keras dan sistematis untuk bisa mewujudkannya.

Menurut saya kita perlu memulainya dengan memperkuat fasilitas pelayanan kesehatan di berbagai tingkatan yang ada di dalam negeri. Rumah-rumah sakit kita harus di perkuat dengan meningkatkan sarana prasarana, peralatan kesehatan, SDM dan pola pelayanan yang ramah dan menarik. Tentang hal ini jajaran Kementerian Kesehatan sementara mengupayakan dengan strategi transformasi di bidang kesehatan. Masih diperlukan waktu beberapa tahun untuk menanti keberhasilan ini.

Tetapi ada satu hal yang perlu menjadi perhatian jika kita mendalami masalah-masalah yang ada di health tourism, yaitu tentang mistrusting. Tentang ketidakpercayaan bahwa layanan kita sama baik dengan yang di LN.
Sebagai contoh, berdasarkan data layanan cardiologi yang banyak dimanfaatkan oleh WNI di luar negeri adalah kateterisasi jantung (pasang ring) dan operasi by pass. Apakah di Indonesia tidak bisa?

Jawabannya ternyata banyak dokter-dokter di rumah sakit di Indonesia yang bisa melaksanakan hal tersebut dengan baik dan sukses. Bagaimana dengan perawatan gigi dan medical check up. Layanan ini sudah jamak di dalam negeri bahkan sampai di puskesmas bisa menyelenggarakannya, tapi kenapa harus jauh-jauh ke LN ?

Saya kira banyak hal yang berlaku dalam fenomena di atas, masalah hospitality, masalah layanan-layanan umum lainnya seperti transportasi dan akomodasi termasuk hal yang berpengaruh. Belum lagi masalah hospitality. Begitu banyak stakeholder yang harus gotong royong bersinergi untuk menuntaskan kerja besar dan rumit ini.

Ternyata banyak hal yang harus di benahi jika mau menjawab tentang pertanyaan di judul di atas : Quo Vadis? mau kemana ? Banyak rute jalan yang harus ditempuh, banyak hal yang harus dibenahi, tapi menurut saya yang paling penting adalah memulainya sekarang dengan langkah yang tepat. Saya berharap di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto Indonesia bisa mewujudkannya. (Mrt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *