Editor/Pewarta: Maher Kambey
JAKARTA (Gawai.co) – Sebanyak 34 juta data Paspor Warga Negara Indonesia (WNI) bocor dan diperjualbelikan di internet.
Data paspor tersebut diduga diretas dan hingga kemudian dijual.
Aksi peretasan dan penjualan data ini dilakukan oleh Bjorka yang sebelumnya menghebohkan Indonesia.
Kali ini akun tersebut kembali berulah dengan meretas dan menjual data Paspor WNI dari Direktorat Jenderal Imigrasi.
Bjorka sendiri mengklaim berhasil mengumpulkan 34,9 juta data paspor WNI berukuran sekitar 4 GB dalam kondisi terkompres dengan format CSV yang dijual dengan harga 10.000 USD.
Di portal jual beli tersebut Bjorka melampirkan sampel 1 Juta data. Dari sampel yang diberikan, data tersebut terkonfirmasi valid dengan timestamp dari tahun 2009–2020.
Disebutkan data yang bocor ini berisi nama pemilik paspor, nomor paspor, tanggal berlaku paspor, hingga data pribadi seperti tanggal lahir, jenis kelamin dan lainnya.
Hal ini menandakan tidak adanya keseriusan dari Pemerintah dalam menyelesaikan kasus Kebocoran Data dan menjaga Data Pribadi Warga Negara Indonesia.
Menanggapi masalah ini, Perhimpunan Mahasiswa Informatika dan Komputer Nasional Republik Indonesia (PERMIKOMNAS RI) meminta pertanggungjawaban Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Ketua Umum PERMIKOMNAS RI, Ramma Glorio Tombuku menyebutkan bahwa kasus kebocoran data terus menerus terjadi, akan tetapi publik jarang mendapatkan kelanjutan dan kepastian dalam penanganan masalah ini.
Menurutnya di tengah masifnya penggunaan teknologi digital, pemerintah seakan abai dan lalai dalam menyelesaikan kasus-kasus kebocoran data yang terjadi.
“Kami mendesak pemerintah dalam hal ini BSSN, Kemenkumham dan Kominfo dapat bertanggung jawab secara penuh dalam mengatasi masalah ini,” tegas Ramma.
Pasalnya, sampai saat ini peristiwa kebocoran data tidak ada kejelasan dalam penanganan dan penegakan hukum yang mengakibatkan hal ini terus menerus terjadi.
“Akibatnya masyarakat tidak mengetahui sejauh mana data pribadinya masih aman terlindungi atau tidak,” tulisnya melalui pesan elektronik, Kamis (13/7/2023).
PERMIKOMNAS sendiri mendesak pemerintah bertanggung jawab atas kasus ini, yang kemudian menyatakan sikap:
1. Meminta pertanggungjawaban Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) karena tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan pasal 2 dan pasal 3 Perpres No. 28 tahun 2021.
2. Mempertanyakan penggunaan anggaran BSSN untuk keamanan dan ketahanan sebesar 217 miliar Rupiah namun di tahun 2023 masih terjadi kebocoran data baik dibidang BUMN, Kementerian maupun Swasta dengan total 35 Kasus per bulan Juni 2023.
3. Meminta pertanggung jawaban Kominfo selaku penanggung jawab Pusat Data Nasional yang dimana berdasarkan UU NO 27 Tahun 2022 pasal 39 yang dapat disimpulkan bahwa Kominfo selaku pengendali data pribadi wajib untuk mencegah data pribadi diakses secara tidak sah dan wajib melakukan pencegahan kebocoran data pribadi.
4. Meminta kepada Kemenkumham dan Kominfo selaku pengendali data pribadi untuk menyampaikan kepada warga Indonesia (subjek data pribadi) yang datanya bocor bahwa data masyarakat tersebut telah bocor sebagaimana telah diatur pada pasal 46 UU No 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi.
5. Meminta kepada Kominfo untuk memberikan sosialisasi perihal apa yang harus dilakukan oleh masyarakat yang datanya telah bocor. (Mhr)