Bitung  

Aksi Penganiayaan Anggota PA, Bermuara ke Laporan Polisi

Orang tua korban bersama kuasa hukum. (foto:istimewa)

Editor/Pewarta: Alfondswodi

BITUNG (Gawai.co) – Tak terima perlakuan para senior terhadap anaknya saat kegiatan pelantikan salah satu Komunitas Pencinta Alam (KPA) di Kota Bitung, Nurdiana Akbar layangkan laporan polisi.

Pasalnya, video viral berdurasi sekian detik itu full di beranda media sosial (medsos) terlihat jelas aksi penganiayaan sejumlah senior terhadap para calon anggota, sehingga mengakibatkan lebam di wajah anaknya berinisial AA alias Aryan (16).

Dikesempatan itu, Nurdiana langsung bertandang ke Makopolres Bitung untuk melayangkan laporan terkait dugaan penganiayaan oleh sejumlah anggota senior Komunitas Pencinta Alam Terbuka Spisaelus (HIMPASUS).

“Penganiayaan tersebut, mengakibatkan mata kanan dan pipi kiri, memar hingga berwarna biru serta sejumlah tubuhnya. Aksi ini telah kami laporkan ke Polres Bitung untuk kedepannya kami serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian dan tim kuasa hukum kami,” ucap Nurdiana saat dilansir dari laman media online mediamanado.com. Rabu (01/10/2025).

Terpisah, kuasa hukum pelapor Billy Ladi menyampaikan jika Kline bersama tim kuasa hukum akan terus menggawal serta memastikan adanya keadilan hukum, dimana perlakukan para senior ini adalah bentuk kekerasan meskipun dengan dalil pendidikan kaderisasi organisasi.

“Walaupun konteks kegiatannya adalah pendidikan tentang alam/lingkungan tapi melihat video-video yang viral jelas ini tidak memuat unsur edukasi sama sekali, proses pengkaderan dalam komunitas lingkungan/alam dengan kekerasan tidak ada korelasi sama skali dengan pembangunan mental dan pemahaman tentang mencintai alam dan lingkungan, justru ini hanya akan berpotensi menjadi Habit balas dendam kepada generasi selanjutnya dalam pengkaderan. Kami akan kawal kasus ini demi keadilan bagi korban dan keluarga,” tulis Bilat sapaan akrab Billy Ladi via pesan elektronik. Selasa (30/09/2025).

Hal senada dikalimatkan, Jekson Wenas selaku Tim Kuasa Hukum Pelapor, menegaskan fakta pidana yang digambarkan saat kegiatan yang mengakibatkan kliennya mengalami lebam di sekujur tubuh.

Menurutnya, tindakan para pelaku merupakan kejahatan serius yang melanggar Pasal 76C jo. Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana hingga 5 tahun penjara, dan dapat ditingkatkan sampai 15 tahun.

“Kami mendesak pihak kepolisian agar mengusut kasus ini secara tuntas dan transparan, serta secepatnya melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan untuk proses peradilan. Selain itu kami meminta negara melalui aparat penegak hukum memberikan perlindungan maksimal kepada korban, baik dari sisi kesehatan dan psikologis,” tegasnya.

Lanjut Wenas, “Kami mengajak masyarakat untuk turut serta mengawasi proses hukum, agar tidak ada bentuk intervensi atau upaya melindungi pelaku Anak adalah amanah dan generasi penerus bangsa. Kekerasan terhadap anak tidak boleh ditoleransi dalam bentuk apapun. Kami team kuasa hukum akan terus mengawal kasus ini sampai korban mendapatkan keadilan yang layak,” tandasnya.

Klarifikasi dan Permohonan Maaf Ketua HIMPASUS

Terpisah Ketua HIMPASUS, Amelia Polutu, menyampaikan permohonan maaf kepada Orang Tua korban dan seluruh insan Pencinta Alam maupun masyarakat umum, terkait aksi penganiayaan yang digambarkan melalui video singkat terhadap salah satu calon anggotanya yang dilakukan rekan-rekan anggota HIMPASUS.

“Sebagai ketua HIMPASUS, Saya menyesalkan musibah ini bisa terjadi dan sangat merasa bersalah. Persoalan penganiayaan kepada beberapa calon anggota HIMPASUS ini, jujur saya tidak tau sama sekali karena tidak berada di lokasi tersebut selama 3 hari pada saat kegiatan didikan dasar berlangsung. Meski demikian saya tetap merasa sangat bersalah karena tindakan yang dilakukan anggota saya dan diluar kontrol saya selaku ketua HIMPASUS,” kata Amelia dilansir dari laman mediamanado.com.

Selaku Ketua HIMPASUS, Amelia menyerahkan semua proses penyelidikan kepada Polres Bitung dan Kuasa Hukum Orangtua korban. Ia akan menerima dengan terbuka lapang dada atas apapun hasil penyelidikan itu.

“Jika kemungkinan hal ini, Penyidik Kepolisian dan Kuasa Hukum Orangtua korban dijadikan bukti pidana, maka saya akan bersikap kooperatif dan menjunjung tinggi proses hukum nanti. Pelaku wajib mempertanggungjawabkan perbuatanya,” tandas Amelia sambil berharap persoalan ini berakhir damai. (*/ayw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *