Gelombang Penolakan Tambang di Likupang Memuncak, Warga Deklarasikan Gerakan Likupang Bersatu

Editor/Pewarta: Martsindy Rasuh

LIKUPANG (Gawai.co) – Penolakan masyarakat terhadap aktivitas tambang emas milik PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) semakin menguat. Bertempat di Desa Likupang Kampung Ambong, masyarakat dari berbagai desa mendeklarasikan Gerakan Likupang Bersatu (GLB) sebagai wadah perjuangan melawan praktik pertambangan yang dinilai merusak wilayah adat Tonsea Likupang.

Deklarasi ini menjadi titik konsolidasi masyarakat adat dan lokal yang menegaskan komitmen mereka dalam mempertahankan tanah, air, serta budaya warisan leluhur. “Ini soal hidup dan mati. Sungai Marawuwung sudah keruh, biota sungai hilang, kami merasa terancam. Kalau boleh, perusahaan harus ditutup,” tegas Melki Kaweke, petani asal Likupang Satu.

Masyarakat mencatat sejumlah sungai, termasuk Marawuwung, Araren, dan Rarandam, menunjukkan indikasi pencemaran serius. Air tidak lagi layak konsumsi, ekosistem rusak, dan warga mulai mengalami gangguan kesehatan. Selain merusak lingkungan, tambang juga dinilai mengancam struktur sosial dan budaya masyarakat adat Tonsea.

Ali Bakari, warga Kampung Ambong, menambahkan bahwa perlawanan kali ini dilakukan secara kolektif. “Kami sudah sepakat menyatukan visi dan misi dalam GLB. Ini juga peringatan untuk pemerintah agar berpihak pada rakyat. Kerusakan terumbu karang, nelayan rugi, bahkan sapi mati akibat aktivitas tambang, itu bukti nyata,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Biro Advokasi PW AMAN Sulut, Gabriel Watugigir, menegaskan dukungan penuh terhadap perjuangan masyarakat adat. Menurutnya, kerusakan yang ditimbulkan tambang bukan hanya soal ekologi, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

“Tanah, laut, dan sungai adalah satu kesatuan hidup masyarakat adat. Kehilangan akses atas itu sama saja dengan merampas hak dasar mereka untuk hidup layak. Negara wajib melindungi, bukan memberi karpet merah untuk investasi perusak,” tegas Gabriel.

Deklarasi GLB ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap bersama. Mereka menuntut pencabutan izin PT MSM/TTN, penghentian izin baru tambang di wilayah adat, pemulihan lingkungan yang rusak, hingga pengakuan resmi atas wilayah adat Tonsea Likupang sebagai ruang hidup yang sah.

 

Tuntutan GLB kepada Pemerintah:

 

1. Cabut izin pertambangan PT MSM/TTN di wilayah adat Tonsea Likupang.

2. Hentikan penerbitan izin baru di wilayah adat, pesisir, hutan, dan lahan produktif.

3. Lindungi hak masyarakat adat atas tanah, laut, sungai, dan hutan.

4. Tegakkan hukum lingkungan dan lakukan audit terhadap perusahaan tambang.

5. Akui serta sahkan wilayah adat Tonsea Likupang.

 

Tuntutan GLB kepada PT MSM/TTN:

 

1. Hentikan aktivitas pertambangan di hulu Sungai Marawuwung dan sekitarnya.

2. Pulihkan lingkungan yang rusak, termasuk sungai, lahan, dan pesisir.

3. Berikan ganti rugi adil kepada masyarakat yang terdampak.

4. Hentikan intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan terhadap masyarakat adat.

5. Bertanggung jawab atas kerusakan ekologis, sosial, dan ekonomi di Likupang.

 

Gerakan Likupang Bersatu menegaskan, perjuangan ini bukan sekadar melawan eksploitasi tambang, melainkan menjaga masa depan tanah leluhur dan generasi mendatang. (Mrt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *