Fisipol UGM–Bawaslu Gelar FGD, Unima Turut Ambil Bagian

Paparan Dr. Irene Tangkawarow Fokus Pada Tantangan Digital Dalam Pengawasan Pemilu

Editor/Pewarta: Martsindy Rasuh

Yogyakarta (GAWAI.CO) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Tata Kelola Organisasi Pengawas Pemilu” di University Club (UC) Hotel UGM, Jumat (29/8).

Acara dibuka oleh Dekan Fisipol UGM, Wawan Masudi, Ph.D dan dihadiri langsung Anggota Bawaslu RI, Herwyn J.H. Malonda. Dalam sambutannya, Herwyn menegaskan bahwa penguatan kelembagaan Bawaslu pasca Pemilu 2024 merupakan keharusan.

“Pemilu serentak 2024 memberikan banyak pelajaran penting bagi Bawaslu. Tata kelola organisasi pengawas pemilu tidak boleh statis. Bawaslu harus membangun struktur keorganisasian yang adaptif, SDM yang berintegritas sekaligus melek digital, serta sistem kerja yang fleksibel menghadapi kompleksitas pemilu serentak di masa depan,” ujarnya.

Herwyn juga menyoroti pentingnya sinergi dengan akademisi dan masyarakat sipil. “Bawaslu tidak bisa bekerja sendirian. Kolaborasi dengan perguruan tinggi, media, dan masyarakat sipil sangat penting agar pengawasan pemilu lebih optimal. Dengan begitu, kepercayaan publik terhadap demokrasi bisa semakin kuat,” jelasnya.

Narasumber Lintas Perspektif

FGD menghadirkan sejumlah narasumber utama, antara lain Dr. Irene R.H.T. Tangkawarow (Universitas Negeri Manado), Mada Sukmajati (UGM), dan Yohan Wahyu (jurnalis Harian Kompas). Diskusi ini mempertemukan pandangan akademisi, media, dan praktisi demokrasi untuk merumuskan arah penguatan tata kelola pengawas Pemilu.

Uraian Dr. Irene: Tantangan Digital dan Peran Perguruan Tinggi

Dalam pemaparannya, Dr. Irene Tangkawarow menyoroti berbagai ancaman digital terhadap integritas Pemilu. Ia menjelaskan bahwa disinformasi, ujaran kebencian, kampanye hitam, hingga manipulasi berbasis deepfake berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi.

“Ruang digital telah menjadi arena utama pertarungan opini. Bawaslu dituntut tidak hanya adaptif, tetapi juga proaktif dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan untuk mendeteksi dan menindak konten yang merusak integritas pemilu,” ungkap akademisi UNIMA ini.

Selain itu, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Teknik UNIMA ini menekankan pentingnya keamanan siber dan perlindungan data pemilih. Menurutnya, perguruan tinggi dapat menjadi mitra strategis dengan mengembangkan teknologi pengawasan, melahirkan talenta digital melalui kurikulum khusus, serta memperkuat literasi publik untuk melawan hoaks dan manipulasi politik.

“Perguruan tinggi tidak boleh hanya diam di menara gading. Mereka harus hadir bersama Bawaslu sebagai laboratorium inovasi, pusat riset kebijakan, sekaligus agen literasi digital masyarakat,” tambahnya.

Pandangan Akademisi dan Media

Narasumber lain, Mada Sukmajati, menyoroti pentingnya kesesuaian desain kelembagaan pengawas pemilu dengan kebutuhan lapangan. “Struktur organisasi Bawaslu harus lentur, agar bisa menyesuaikan diri dengan kompleksitas pemilu yang semakin besar,” ungkapnya.

Sementara itu, Yohan Wahyu dari Harian Kompas menekankan peran media dalam memperkuat pengawasan partisipatif. Ia mengingatkan bahwa pers tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai instrumen kontrol sosial untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas Pemilu. (Mrt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *