Editor / Pewarta : Frans Kasumbala
SITARO (Gawai.co) – Peringati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 59, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pengurus di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, salurkan 36.000 liter air bersih ke warga terdampak kekeringan, di Pulau Siau.
Distribusi bantuan IDI untuk air bersih ini resmi dilepas Penjabat Bupati Sitaro Joi E.B. Oroh, secara simbolis didampingi Ketua IDI Sitaro dr Semuel Raule, Rabu (8/11/2023) di halaman kantor bupati.
Selama dua hari distribusi ke sembilan Kampung di Pulau Siau, diperoleh total keseluruhan air yang di salurkan IDI sebanyak 36.000 liter dengan tiap kampung menerima 3000 liter air, dari mobil pemadam kebakaran yang dipinjamkan dari pemerintah daerah.
Sesuai data, untuk hari pertama distribusi air di fokuskan di Kecamatan Siau Barat utara dan hari kedua barulah di sebagian wilayah Siau timur di bagian Utara dan Siau Timur Selatan.
Sibarut kata Raule menjadi prioritas pengiriman, ini dikarenakan satu kecamatan di wilayah itu hanya bergantung sumber air hujan dan tidak memiliki stok air tawar untuk di konsumsi.
“Sibarut jadi prioritas, karena sangat terdampak kekeringan,” buka Raule.
Menurut Raule, dua kecamatan lain yang juga mendapat bantuan yakni Kampung Lia di Kecamatan Siau Timur dan Kampung Biau di Kecamatan Siau Timur Selatan.
Khusus untuk peringatan HKN ke 59 ini, IDI sambung Raule, memiliki kepedulian dan tanggung jawab untuk membantu masyarakat, di tengah krisis air dampak musim kemarau.
Lewat bantuan air bersih ini, ia berharap semua masyarakat yang terdampak bisa terbantu. Setidaknya, untuk air minum bagi masyarakat.
“Untuk distribusi air lewat anggaran yang ada di IDI, kami berupaya membantu,” jelasnya.
Raule ikut menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro yang mendukung program ini, lewat mobil pemadam kebakaram yand membantu mengantarkan air sampai ke tiap desa.
“Kami berharap kerjasama ini terus berlanjut, dan IDI memiliki beban yang sama untuk bisa membangun Sitaro kedepannya,” ungkap Raule, sambil tersenyum.
Kecamatan Siau Barat Utara tidak memiliki sumber air tawar selain air hujan yang selama ratusan tahun menjadi sumber air utama warga. Masalah datang, setiap kali musim kemarau.
Viona Damima, ditemui pekan lalu bersama ibu lainnya di Pantai Kampung Hiung, warga ini terpaksa memanfaatkan air di pantai untuk mencuci pakaian dan mandi.
Aktifitas ini kata Viona, dilakukan tiga bulan terakhir saat musim kemarau melanda, sumber air laut tidak terasa asin, dingin dan jernih. Meski begitu, air yang keluar dari bebatuan ini tidak selalu ada.
“Air ini hanya ada, saat air laut surut,” kata Viona lagi, di sambung para ibu ibu yang mencuci yang mengaku sulit karena medan yang curam.
Sedangkan untuk Minum, Viona sebagai ibu rumah tangga yang hanya bergantung hasil panen buah pala mengaku sudah membeli dari penjual air keliling.
Dalam seminggu dia dan warga lainnya harus mengeluarkan setidaknya Rp. 40.000 untuk delapan galon air.
“Kalau hemat, Itu cukup seminggu untuk minum,” sebutnya.
Hopni Kawowode pria paru baya di Kampung Kinali juga memiliki cerita yang sama, disambangi sedang membuat minyak goreng dari buah kelapa, ia mengaku sudah membeli air Rp. 120.000 per tandon 110 liter dari penjual.
Air ini kata Hopni bertahan seminggu, fisik yang sudah semakin tua membuat dia dan Istrinya sudah tidak lagi bisa berjalan mencari sumber air.
“Tidak bisa ke pantai, sudah tua saya membeli air pertanki 110 liter,” ungkap Hopni berprofesi sebagai petani.
Padahal, Hopni memiliki ukuran bak penampung air hujan yang besar, biasanya bisa menampung hingga lima bulan, namun kekeringan kali ini tidak bisa terantisipasi.
“Waktu kemarau, air sedikit jadi bak cepat kosong,” terangkannya.
Berbeda dengan Viona di Kampung Hiung, dan Hopni Kawowode di Kampung Kinali, Yulin Horoni warga Kampung Lehi di Kecamatan Siau Barat justru bersyukur memiliki sumur air payau yang di bangun warga setempat di pantai.
Lewat sumur yang dibangun Celcius Bander dengan dana pribadinya, air gratis ini kini dimanfaatkan warga di beberapa kampung, dari Kampung Mini terdekat, Hiung dan sebagian besar warga Lehi.
“Biasanya kami mencuci pagi, disini airnya sangat jernih dan tidak asin, air ini juga dipakai untuk mandi,” kata Yulin sambil merendam pakaian.
“Kalau air minum kami memang sudah membeli,” ucap Yulin.
Bantuan air dari IDI ke tiap kampung diharapkan bisa meringankan beban warga di Pulau Siau, seperti Viona dan Yulin, yang harus mengeluarkan uang tiap harinya, hanya untuk sekedar air minum.
Dua warga ini hanya contoh kecil, bagaimana dampak musim kemarau yang tidak terantisipasi terasa sangat sulit bagi warga di kepulauan, apalagi dengan beban ekonomi ditambah kenaikan harga bahan pokok akibat gagal panen sejumlah komoditi dampak kekeringan. (Frans)