Editor/Pewarta: Alfondswodi
BITUNG (Gawai.co) – Rencana relokasi berkedok resettlement bagi warga Lingkungan II, Kelurahan Pinasungkulan, Kecamatan Ranowulu, hingga setahun belum terealisasi. Sabtu (28/10/2023).
Pasalnya, sosialisasi relokasi sempat intens dilakukan sekitar bulan Juni 2022 silam, namun hingga kini masih menjadi polemik warga Lingkungan II, atau kerap disebut wilayah Tinerungan.
Menurut salah satu warga, Hendry Luley saat dikonfirmasi awak media, mengatakan warga Tinerungan hingga kini masih belum mengetahui jelas lokasi relokasi?
“Hingga kini kami masih belum mengetahui jelas dimana lokasi pemukiman yang nantinya kami tempati! Sejak sosialisasi awal, kami belum mendengarkan lokasi relokasi yang pasti, namun kami berharap dan wajib bagi pihak perusahaan untuk memusyawarahkan terlebih dahulu lokasi relokasi dengan kami,” tegasnya.
Karena menurut, tokoh masyarakat Tinerungan yang fokal mempertanyakan rencana relokasi ini, menjelaskan rencana relokasi ini, muncul karena adanya kepentingan perusahaan pertambangan yakni; PT Maetes Soputan Mining dan PT Tambang Tondano Nusajaya (PT MSM/TTN).
“Kalaupun pihak perusahaan mengatakan hal yang lain, itu adalah hak mereka. Karena dampak terhadap kami, yang menimbulkan adalah perusahaan! Karena kampung kami jauh ada, sebelum perusahan MSM/TTN hadir diwilayah kami,” tegasnya kembali.
Dan untuk itu, kata Hendry jangan menambah beban polemik kepada kami (masyarakat Pinasungkulan.red) dan pada intinya kami setuju untuk rencana relokasi, namun segala teknisnya harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dan harus ada kesepakatan dari kami masyarakat.
“Kami pikir untuk hal teknis terkait dengan relokasi, harus tetap mengikuti sesuai dengan keinginan kami masyarakat, karena yang mengalami dampak dari perusahaan adalah kami masyarakat! Jadi untuk perhitungan lahan yang dihitung oleh appraisal bukan sebagai patokan mutlak! Dan kalau sudah ada beberapa warga yang telah menyetujui itu adalah hal mereka, dan sekali lagi kami menegaskan kami tidak setuju dengan nilai harga yang dinilai oleh appraisal, negosiasi harga harus langsung dari pihak perusahaan dengan kami masyarakat,” bebernya.
Seraya menambahkan, “Selain diwilayah Pinasungkulan, kami menolak untuk di relokasi! Karena nilai sejarah kampung kami jauh lebih berharga dari harga yang ditaksir oleh tim appraisal,” tambahannya.
Terpisah, CSR Manager Community Management PT MSM/TTN, Yustinus Hari Setiawan, saat dikonfirmasi sejumlah awak media pada pekan lalu, mengaku jika proses relokasi warga Tinerungan bum ada kendala.
Meski begitu ia mengakui proses relokasi berjalan lamban. Hal itu dikarenakan, kata Yusak, kondisi internal perusahaan masih perlu perhatian lebih.
“Kita memang beberapa waktu lalu agak slow karena kondisi internal yang masih perlu perhatian. Intinya, kita masih sesuai dengan jadwal kok” kata Yusak sapaan akrabnya saat dihubungi melalui pesan elektronik WhatsApp.
Dia juga mengklaim, pihaknya komunikasi intens dengan masyarakat. Komunikasi dijalankan secara keluarga per keluarga.
“Jika pun masih ada masyarakat yang belum setuju, kita menghargainya dan yang sudah setuju juga kita hargai,” katanya.
Yusak menyatakan, sejak awal konsep relokasi dibangun dengan kesukarelaan pemindahan sebagaimana standarisasi yang dianut PT MSM/TTN yaitu International Finance Corporation (IFC).
“Sejak awal kan konsepnya kesukarelaan pemindahan sebagaimana standarisasi di IFC mengenai involuntary resettlement. Jadi tidak ada paksaan,” pungkasnya. (ayw)