Editor / Pewarta : Frans Kasumbala
SITARO (Gawai.co) – Kasus hewan ternak Babi mati di Kelurahan Bebali terus berlanjut. Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) menyebut cara pemeliharaan peternak menjadi salah satu penyebab.
Penyebab hewan ternak Babi mati hingga saat ini belum diketahui. Data yang dikumpulkan dengan menyisir lewat sumber warga di Kelurahan Bebali, setidaknya sesuai pengakuan sudah lebih dari seratus ekor Babi mati.
Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Sitaro menjadi organisasi perangkat daerah yang fokus di sorot sejumlah media, terkait dengan penangannnya.
Saat dihubungi lewat panggilan Suara Kepala Dinas (Kadis) Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Sitaro Richard Sasombo melalui Kepala Bidang (Kabid) Peternakan dan Kesehatan Hewan Henny Takarendehang menjelaskan.
Menurut Henny, Dinas Pangan dan Pertanian saat ini sudah menurunkan surat kepada Kecamatan dan kampung terkait dengan sosialisasi kesehatan hewan.
“Kami sudah menurunkan surat untuk diperhatikan masyarakat terkait sanitasi,” ungkapnya.
Henny mangaku pihaknya juga sudah turun lapangan untuk memantau terkait dengan hewan ternak mati mendadak ini.
“Kkalau misterius tidak diketahui tapi waktu kami turun kunjungan babi itu malas makan sampai mati dan pada umumnya apalagi di Bebali babi diluar kandang tidak di kandang,” jelasnya menyimpulkan.
Saat dikonfirmasi terkait penyebab penyakit, dia menjelaskan kematian ternak ini disebabkan kelalaian masyarakat atau peternak tidak memeperhatikan sanitasi dan makanan.
“Kalau dari pantauan itu pemeliharaan tidak semestinya macam babi berkeliaran jadi makanannya tidak seharusnya kalau datang makan baru di beri makanan,” ucapnya
“Selain faktor cuaca angin selatan biasanya banyak hewan sakit dan itu pemeliharaan baik dari makan dan sanitasi semuanya serba kurang,” katanya usai memantau.
Sementara itu, terkait dengan apakah ada tindakan uji sampel untuk pemeriksaan di laboratorium mengetahui penyebab penyakit hewan ternak, Henny memastikan bukan kewenangan daerah.
“Itu kewenangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara jadi menunggu kami menunggu arahan,” ucapnya.
“Uji Sampel menunggu provinsi karena semua bangkai babi sudah dikubur, karena masuk kandang saja sekarang di anjurkan harus pakai APD,” tambah dia
Meski demikian pihaknya membuka bantuan ketika ada masyarakat yang meminta obat untuk mengantisipasi penyakit ini.
“Ada masyarakat yang melapor, akan diberikan obat, namun terbatas,” lanjutnya
“Kalau sudah sakit pasti mati jadi percuma di beri obat yang boleh di amankan masih hidup pake bio security,” tuturnya.
Diketahui, ini terjadi sejak dua pekan lalu, warga di Kelurahan Bebali di gegerkan dengan kematian beruntun ternak Babi yang mengakibatkan kerugian puluhan juta rupiah.
“Tiba tiba saja malas makan dua tiga hari sudah mati, “ kata Max Tolosang dan Heidi Dirgo sama saat diwawancarai, pekan lalu di Kelurahan Bebali lingkungan III.
Max Tolosang dan Heidi Dirgo sejauh ini sudah kehilangan 17 ekor Babi, dua warga yang saling bertetangga ini tidak bisa berbuat banyak.
“Sudah ada antibiotik di beri, tapi toh tetap mati,” kata Heidi.
“Sudah sekira dua puluh tahun beternak Babi dengan makanan yang hampir sama, baru ini ada kejadian seperti ini,” timpal Max lagi.
Kedua warga ini kemudian berharap, ada tindakan dari Pemerintah untuk mengetahui penyebab dari kematian mendadak hewan ternak ini.
“Sehingga ini cepat tertangani dan kami tidak merugi lebih banyak lagi,” seru keduanya lagi memohon.
Diketahui, kasus kematian hewan ternak ini juga dilaporkan sudah terjadi di Kampung Karalung Kecamatan Siau Timur.
Sementara itu, dampak kematian ternak ini, terjadi kepanikan di tingkat penjual daging di Pasar Tradisional Siau.
Temuan di lapangan, Sabtu (29/7/2023) penjual mulai menurunkan harga daging babi di pasar tradisional Ulu Siau, biasanya dijual Rp. 70.000 per kilogram kini dijual Rp. 50.000 perkilonya. (Frans)