Salah satu kantor Bank SulutGo di Kota Bitung. (ist)
Editor: Tim Gawai
BITUNG (Gawai.co) – Salah satu kontrak jasa pelaksana konstruksi di Kota Bitung, melayangkan gugatan terhadap Manajemen Bank SulutGo (BSG).
David Lumi selaku owner dari “CV Harmony Jaya” yang merupakan rekanan Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung, dalam pelaksanaan jasa konstruksi terhempit persoalan dengan BGS sejak tiga tahun terakhir.
“Atas persoalan ini saya sangat merasa dirugikan karena tidak dapat mengikuti tender,” ujar David saat ditemui oleh sejumlah awak media, Senin (23/3).
Persoalan dugaan salah tafsir oleh David terhadap BGS saat ini bermuara di Pengadilan Negeri Kota Bitung.
Persoalan ini diketahui sejak tahun 2017 lalu, di saat perusahaannya miliknya dipinjamkan oleh salah satu rekanannya untuk melaksanakan proyek saluran irigasi diwilayah Kecamatan Matuari.
“Perusahaan saya dipinjam salah satu teman kontraktor yang bernama Justiati Tangi dan dalam perjanjian tersebut oleh kedua pihak harus saling menguntungkan dan hal ini kerap terjadi didalam dunia kontraktor dan tentunya sesuai dengan perjanjian,” katanya.
Namun ternyata tak hanya meminjam perusahaan David, akan tetapi Justiati pun meminjamkan dana di BGS Cabang Pembantu di Sari Plaza dengan menggunakan dokumen perusahaan David guna mendukung pelaksanaan proyek tersebut.
“Secara otomatis pinjaman tersebut menggunakan rekening perusahaan yang atas nama saya sendiri karena selaku ownernya. Dan saya sendiri tidak keberatan dikarenakan Justiati menjanjikan melunasi pinjaman tersebut,” katanya.
Dan pada kenyataannya Justiati tidak melaksanakan komitmen yang telah disepakati antara dirinya bersama dengan David.
Sementara itu, pihak BGS Cabang Pembantu Sari Plaza tak memotong uang hasil dari pekerjaan proyek yang dilaksanakan oleh Justiati.
Sehingga David selaku owner dari CV Harmoni Jaya merasa dirugikan karna hutang pinjaman Justiati menjadi beban dirinya karena memakai dokumen perusahaannya.
“Perusahaan saya masuk blacklist karena dianggap punya utang. Saya bahkan masuk daftar BI (Bank Indonesia) checking. Padahal jelas mereka (BSG) tahu perusahaan saya dipinjam Justiati. Mereka juga tahu dia yang pinjam uang pakai perusahaan saya. Tapi karena perbuatan Justiati dan kelalaian bank saya justru yang jadi korban,” jelasnya.
Meski Justiati sebagai pemicu utama sehingga dirinya dirugikan, David juga sangat kesal dengan manajemen BSG.
Ia kecewa karena bank tersebut tidak menjalankan prosedur dengan baik. Harusnya kata dia, dari awal BSG sudah memotong angsuran Justiati supaya tidak jadi utang. Hal itu wajib mengingat bank tahu betul yang meminjam uang adalah Justiati.
“Makanya jangan salahkan saya kalau menduga ada permainan antara Justiati dan pimpinan bank. Dan bank harus bertanggung jawab karena gara-gara kelalaian mereka peristiwa ini bisa terjadi,” katanya.
David sendiri awalnya tidak mau membawa persoalan ini ke ranah hukum. Ia ingin ada kesadaran dari pihak terkait untuk menyelesaikan.
Sayangnya, meski sudah dilaporkan ke pihak berwenang, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, nyatanya persoalan itu tak kunjung selesai. Alhasil, ia pun melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Bitung.
Dalam gugatan itu BSG dan Justiati Tangi jadi tergugat. BSG selaku tergugat I dan Justiati tergugat II. Sementara, untuk turut tergugat ada tiga pihak yang dilibatkan. Pemkot Bitung jadi turut tergugat I, Kantor OJK Manado turut tergugat II, serta Bank Indonesia Cabang Manado turut tergugat III.
Terkait masalah ini upaya konfirmasi sudah dilakukan ke BSG Cabang Bitung. Akan tetapi, Kepala Cabang Bitung, Merry Sigarlaki belum memberikan tanggapan. Ia melempar persoalan tersebut ke BSG Cabang Pembantu Sari Plaza.
“Langsung ke sana saja. Itu urusan mereka,” singkatnya via sambungan ponsel.
(Tim Gawai)