Editor/Pewarta: Maher Kambey
JAKARTA (Gawai.co) – Perhimpunan Mahasiswa Informatika dan Komputer Nasional (PERMIKOMNAS) menyayangkan peristiwa pembatasan mimbar bebas dan penjatuhan sanksi kepada 16 orang mahasiswa terjadi di Universitas Cokroaminoto Palopo (UNCP).
Kejadian ini bermula saat penutupan kegiatan Orientasi Kampus Masa Orientasi Akademik dan Kelembagaan (Moral) UNCP pada tanggal 31 Agustus 2022 di gedung saodenrae, di mana rektor menyampaikan bahwa mahasiswa dilarang mengikuti kegiatan kemahasiswaan organisasi internal mahasiswa selain kegiatan perkuliahan.
Larangan tersebut tertuang dalam surat keputusan Rektor Universitas Cokroaminoto Palopo nomor: 3357/R/UNCP/XII/2022 dan Surat Keputusan Dekan Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo Nomor: 3355/d/FTKOM/UNCP/XII/2022 Tanggal 19 Desember 2022.
Hal ini sontak memicu reaksi seluruh pengurus lembaga mahasiswa bergerak dan bersuara meminta klarifikasi rektor dalam aksi demonstrasi.
Aksi tersebut berbuntut penjatuhan sanksi kepada 16 orang mahasiswa Teknik Informatika antara lain 14 orang mahasiswa dijatuhi sanksi administrasi berupa surat petingatan atau SP, tanpa hak pembelaan diri.
Sedangkan dua orang mahasiswa dijatuhi sanksi skorsing pencabutan hak mengikuti semua kegiatan akademik dan kemahasiswaan sebanyak 2 (dua) semester dengan kewajiban tetap membayar SPP pada dua semester tersebut.
Mahasiswa yang melakukan aksi dianggap melanggar aturan dan tata tertib kampus karena di nilai melakukan kericuhan pada saat pelaksanaan Moral.
Ketua Umum PERMIKOMNAS, Ramma Tombuku berujar bahwa pemberian sanksi kepada para mahasiswa dilakukan tanpa landasan yang kuat. Pihaknya pun meminta sanksi SP dan skorsing ini segera dicabut.
“Kami Pengurus Pusat PERMIKOMNAS menyayangkan keputusan yang dibuat Rektor Universitas Cokroaminoto Palopo yang membatasi dan mengekang hak kebebasan berpendapat dan mimbar akademik,” katanya.
Ramma menyebutkan, pimpinan UNCP telah membungkam mahasiswa dengan mengeluarkan sanksi surat peringatan dan skorsing kepada mahasiswa yang melakukan kritik kepada kampus.
“Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa” jelas Ramma.
Sebagaimana pula diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang sejatinya menjamin kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan, yang menyebutkan sebagai berikut.
Randi yang merupakan salah seorang mahasiswa mengaku sangat kecewa atas penetapan sanksi yang di berikan kepada dirinya dengan dalih aksi demonstrasi yang dilakukan pada saat Moral UNCP tersebut merupakan sebuah kericuhan.
“Aksi tersebut merupakan puncak keresahan kami atas aturan-aturan yang tidak berpihak terhadap kelembagaan yang di lakukan oleh pimpinan UNCP melalui regulasi yang ditetapkan,” tukasnya. (Mhr)