Editor/Pewarta: Alfondswodi
BITUNG (Gawai.co) – Pemerhati Politik Sulawesi Utara (Sulut) Ferry Daud Liando, trending issue di media sosial terkait dengan dukungan penundaan Pemilu 2024. Rabu (16/3/2022).
Sementara diketahui trending issue tersebut, tentang Big Data yang sempat viral diperbincangkan sekitar 110 ribu warga netizen, yang menyatakan mendukung penundaan pelaksanaan Pemilu 2024.
Menurut Ferry, apa yang di klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, terkait dengan trending issue tersebut, dirinya menganggap sebagai gerakan pengalihan opini publik.
“Big data yang disampaikan itu kan hanya mereview komentar-komentar orang di media sosial. Mudah-mudahan valid lah data pemerintah,” ujar Ferry saat bersua dengan sejumlah awak media dilobi kantor Walikota Bitung. Selasa (15/3/2022).
Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) ini melanjutkan. Dirinya tak mau mempersoalkan benar atau tidaknya terkait dengan Big Data tersebut.
Akan tetapi, kata Ferry, dirinya melihat adanya upaya-upaya pemerintah untuk mengiring opini masyarakat dengan tujuan mempengaruhi.
“Karena memang yang bermain opini disini orang pemerintah seperti, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan di partai politik yang tergabung dalam koalisi seperti PKB dan PAN,” bebernya.
Selain itu, gerakan-gerakan seperti ini, sebelumnya telah dilakukan, menurutnya ada dua contoh antara lain; alasan yang pertama terkait dengan stabilitas ekonomi dan contoh yang kedua, tidak tampak atau mengemuka di permukaan/publik.
“Tujuannya untuk menjaga keberlanjutan Ibu Kota Negara (IKN). Jika kedepannya Presiden tak lagi dipimpin oleh Pak Jokowi, makan IKN berpotensi gagal. Karena dimakan disetiap pergantian kepemimpinan maka kebijakan pun berganti,” beber Ferry.
Dirinya melanjutkan, ada beberapa contoh kasus, yang dialami oleh Negara-Negara yang gagal saat melakukan pemindahan Ibu Kota Negara. Salah satunya adalah Negara Myanmar, saat melakukan pemindahan Ibu Kota, bertepatan dengan pergeseran kekuasaan dan sekarang jadi kota hantu,” tandasnya.
Saat disentil terkait dengan perkembangan penundaan Pemilu, dirinya kurang begitu yakin kalau memang penundaan Pemilu itu benar-benar terjadi.
“Bukan masalah konstitusi, konstitusi benar melarang. Tapi, konstitusi itu bukan kitab suci dia bisa diubah apalagi dengan kekuatan koalisi 72% sekarang, memungkinkan untuk mengubah itu. Menurut saya isu-isu penudaan Pemilu ini sengaja didorong karena memang sebagai pengalihan opini publik. Apalagi, pemindahan Ibu Kota Negara masih ada pro dan kontra,” pungkasnya. (ayw)